Sabtu, 29 September 2012

GLAUKOMA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan intraokuler pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat membawa kita kepada kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi di Amerika Serikat. Disana glaucoma beresiko 12% pada kebutan (Luckman & Sorensen.1980). Glaukoma adalah sekelompok kelainan/kerusakan mata yang ditandai dengan berkurangnya peningkatan tekanan (Barbara C. Long). Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus kerusakan ini berhubungan dengan peningkatan TIO yang terlalu tinggi. (Brunner & Suddarth). Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor aques.
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age- related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity (5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia mengakibatkan kebutaan pada 0,16% penduduk.
Glaucoma dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain : Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga, timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata, diakibatkan penyakit lain di tubuh dan dapat disebabkan efek samping obat. Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus.. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Bagian  pertama yang terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Namun sesungguhnya hal ini bisa di cegah dengan pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan. Jika seseorang tidak pernah melakukan pemeriksaan tonometri, sedang ia baru mendapati dirinya glaukoma yang sudah fatal, maka tindakan yang bisa di ambil adalah operasi. Mendengar kata ini jelas kita sudah merinding sebelum melakukannya. Apalagi hasil dari opersi belum tentu sesuai dengan harapan kita. Misal, opersi tersebut berujung pada kebutaan seperti contoh di atas. Oleh karena itu, kita perlu malakukan pengukuran tonometri rutin dan juga memahami proses keparawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai perawat tentunya kita dapat menegakkan asuhan keperawatan yang benar.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1  Bagaimana konsep kelainan aquos humor : Glaukoma ?
1.2.2  Bagaimana konsep proses asuhan keperawatan glaucoma ?

1.3  Tujuan
1.3.1  Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada glaucoma
1.3.2  Tujuan Khusus
1.      Mengidentifikasi anatomi dan fisiologi mata
2.      Mengidentifikasi definisi dari glaukoma
3.      Mengidentifikasi klasifikasi dari glaukoma
4.      Mengidentifikasi patofisiologi dari glaukoma
5.      Mengidentifikasi tanda dan gejala dari glaucoma
6.      Mengidentifikasi factor resiko dati glaucoma
7.      Mengidentifikasi terjadinya kebutaan dari glaucoma
8.      Mengidentifikasi penatalaksanaan medis
9.      Mengidentifikasi proses asuhan keperawatan dari glaucoma


1.4  Manfaat
1.4.1  Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan glaukoma sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah.
1.4.2  Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit




























BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Anatomi  mata

Description: http://2.bp.blogspot.com/-OTDHvXqJbpw/T2XJT2f7NTI/AAAAAAAAAbM/XU6xKIWDWTA/s1600/eye_G02_anatomy_label_600.jpg 
a.       Struktur mata tambahan
Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata ( konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya, pembuluh – pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan. 
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis untuk kehidung.
b.      Bola Mata
Bola mata disusun oleh tiga lapisan, yaitu : sklera, koroid, dan retina. Lapisan terluar yang kencang atau sklera tampak putih gelap dan ada yang bening yaitu pada bagian iris dan pupil yang membantuk kornea. Lapisan tengan yaitu koroid mengandung pembuluh – pembuluh darah yang arteriolnya masu kedalam badan siliar yang menempel pada ligamen suspensori dan iris. Lapisan terdalam adalah retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor cahaya ( fotoreseptor ) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya melakukan synap dengan saraf - saraf bipolar diretina dan kemudian dengan saraf – saraf ganglion diteruskan keserabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit dibanding sel batang. Sel kerucut dapat ditemukan di dekat pusat retina dan diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang dan penglihatan warna. Sel – sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang merupakan reseptor terhadap gelap atau penglihatan malam. Sel – sel batang mengandung rhodopsin yaitu suatu protein fotosintetif yang cepat berkurang dalam cahaya terang. Regenerasi rhodopsin bersifat lambat tergantung pada tersedianya vitamin A, mata memerlukan waktu untuk beradaptasi dari terang ke gelap. Defisiensi vitamin A mempengaruhi kemampuan melihat dimalam hari.
c.       Ruangan pada mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga ; anterior dan posterior. Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang ; ruang anterior ( antara kornea dan iris ) dan ruang posterior ( antara iris dan lensa ). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir kedalam ruang posterior melewati pupil masuk keruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior ).
d.      Iris dan lensa
Iris adalah berwarna, membran membentuk cairan ( bundar ) mengandung dilator involunter dan otot – otot spingter yang mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris, ukuran pupil bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek ( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat.
Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh membran elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila refraksi lebih besar.
e.       Otot – otot mata
Otot – otot mata terdiri dari dua tipe; ekstrinsik dan intrinsik. Otot – otot intrinsi bersifat volunter ( dibawah sadar ), diluar bola mata yang mengontrol pergerakan diluar mata. Otot – otot intrinsik bersifat involunter ( tidak disadari ) berada dalam badan ciliary yang mengontrol ketebalan dan ketipisan lensa, iris dan ukuran pupil.
f.       Sudut filtrasi
Sudut filtrasi ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descemet dan membran bowman lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian kedalam mengelilingi kanal schelmm dan trabekula sampai ke COA. Akhir dari membran descemet disebut garis schwalbe. Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Didalam stromanya terdapat serat – serat saraf dan cabang akhir dari A. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut foltrasi adalah trabekula, yang terdiri dari :
·         Trabekula korneoskeral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju kebelakang, mengelilingi kanal schelmm untuk berinsersi pada sklera.
·         Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skleralspur ( insersi dari m. siliarir ) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
·         serabut berasal dari akhir membran descemet ( garis schwalbe ), menuju kejaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
·         Ligamentum pektinatum rudimenter, berasaal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis, dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah dalam canal schelmm, dapat terlihat dari luar.

2.2  Fisiologi Penglihatan
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor vitreous) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina, hal ini disebut kesalahan refraksi.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan yang terus menerus dapat menimbulkan ketegangan mata karena kontraksi yang menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya mengganti jarak antara objek dengan mata. Akomodasi juga dibantu dengan perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.
Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas listrik diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma (persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke korteks visual.
Tekanan dalam bola mata (intra occular pressure/IOP) Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh keseimbangan antara produksi dan pengaliran dari humor aqueous. Pengaliran dapat dihambat oleh bendungan pada jaringan trabekula (yang menyaring humor aquoeus ketika masuk kesaluran schellem) atau dfengan meningkatnya tekanan pada vena-vena sekitar sclera yang bermuara kesaluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat maengalir keruang otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan kesaluran schellem dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan katup (Valsava manuefer) dapat meningkatkan tekanan vena. Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera memungkinkan berkurangnya humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat meningkatkan IOP. Kadang-kadang meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress emosional. 

2.3  Konsep Dasar Glaukoma
2.3.1        Pengertian
Description: http://www.perdami.or.id/UPLOAD/news_thumbnail_1287744166.jpg
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg (sidarta,2004). Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan syaraf penglihatan yang terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandang. Kerusakan seluruh syaraf penglihat akan mengakibatkan kebutaan.
Glaucoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO) dengan segala akibatnya. Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam hal patologisnya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikud. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang terlalu tinggi untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humos aqueus.
2.3.2        Klasifikasi glaucoma
A.    Glaucoma Primer
Glaucoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan/atau reabsorbsi akuos humor mengalami perubahan patologi langsung.
v  Glaucoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka /glaucoma kronik / glaucoma simpleks /open- angel glaucoma merupakan bentuk glaucoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien glaucoma). Seringkali merupakan gangguan herediter yang menyebabkan perubahan degenerative. Bentuk ini terjadi pada individu yang mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan kornea) terbuka normal tetapi terdapat hambatan pada aliran keluar aquos humor melalui sudut ruangan. Hambatan dapat terjadi di jaringan trabecular, kanal Schlemn atau vena-vena aquos.
Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia lanjut memegang peranan penting dalam proses sklerosa badan silier dan jaringan trabekel. Karena aquos humor tidak dapat meninggalkan mata pada kecepatan yang sama dengan produksinya, TIO meningkat secara bertahap. Bentuk ini biasanya bilateral dan dapat berkembang menjadi kebutaan komplet tanpa adanya serangan akut.
Gejalanya relative ringan dan banyak klien tidak menyadarinya hingga terjadi kerusakan visus yang serius. Suatu tanda berharga yang dikemukakan oleh Downey yaitu jika diantara kedua mata selalu terdapat perbedaan TIO 4mmHg atau lebih, dianggap menunjukkan kemungkinan glaucoma simpleks meskipun tensinya masih normal (wijana N, 1993). Tanda klasik bersifat bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bolamata yang tenang, lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas, perjalanan penyakit progresif lambat.
v  Glaucoma sudut tertutup
Glaucoma sudut tertutup/ angel closure glaucoma/close angel glaucoma/narrow angel glaucoma/acute glaucoma awitannya mendadak dan harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaucoma ini adalah menyempitnya sudut dan perubahan letak iris yang terlalu kedepan. Perubahan letak iris menyebabkan kornea menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi aliran keluar aquous humor. TIO meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg (Dewit,1998). Tindakan pada situasi ini harus cepat dan tepat atau kerusakan saraf optic akan menyebabkan kebutaan pada mata yang terserang.
Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat didalam dan sekitar mata, timbulnya halo disekitar cahaya, pandangan kabur. Klien kadang mengeluhkan keluhan umum seperti sakit kepala, mual, muntah, kedinginan, demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotopobia, dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien. Peningkatan TIO menyebabkan nyeri yang melalui saraf kornea menjalar ke pelipis, oksiput dan rahang melalui cabang-cabang nervus trigeminus. Iritasi saraf vagal dapat mengakibatkan mual dan sakit perut.
B.     Glaukoma Sekunder
Glaucoma sekunder adalah glaucoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan/atau reabsorbsi aquous humor.
Gangguan ini terjadi akibat:
·         Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumesensi lensa yang katarak, terlepasnya kapsul lensa pada katarak.
·         Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di iris.
·         Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolapse iris
·         Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculi anterior (COA), gagalnya pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pascaekstraksi katarak yang menyebabkan perlengketan iris.
Glaukoma dianggap sebagai sekunedr bila penyebabnya jelas dan berhubungan dengan kelainan yang bertanggung jawab pada peningkatan TIO. Sevara khas glaukoma jens ini biasnya unilateral. Dapat terjadi dengan sudut terbuka atau tertutup maupun kombinasi keduanya.
Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, pningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan aliaran keluar humor aqueos melalui jaring-jaring trabekuler, kanalin schlemm, dan sistem vena episkleral. Pori-pori trabeluka dapat tersumbat oleh setiap jenis debris, darah, pus, atau bahan lainnya. Peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama, tumor intraokuler, uveitis akibat penyakit seperti herpes simpleks atau herpes zoster, atau penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik (digunakan pada pemeadahan katarak), darah, atau pigmen. peninggian tekanan vena episkleral akibat keadaan seperti luka bakar kimia, tumorretrobulber, penyakit atau sumbatan venapulmonal juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO. Selain itu, glaukoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi TIO (khusunya lensa kamera anterior), penguncian sklera, viterktomi, kpasulotomi posterior, atau trauma.
Pada glaukoma penutupan sudut sekunder, peningkatan tahanan lairan humor aqueos disebabkan oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh iris perifer. Kondisi ini biasaya disebabkan oleh perubahan aliran humor aqueos setelah menderita penyakit atau pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya membrana pada galukoma neovaskuler, trauma, aniridia, dan penyakit endotel. Penjyebab posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat lensa atau IOL menghambat aliran humor aqueos ke kamera anterior.
C.     Glaukoma Kongenital
Glaucoma ini terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabecular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosomal resesif dan biasanya bilateral.
2.3.3        Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi aquos humor dan aliran keluar aquous humor dari mata. TIO normal adalah 10-21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran keluar akuous humor. Akuous humor diproduksi di dalam badan silier dan mengalir keluar melalui kanal Schlemn ke dalam system vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar akuous melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler >23mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Penigkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optic dan retina. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dar perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optic dan retina adalah irreversible dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaucoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang.
2.3.4        Tanda dan gejala Glaukoma
Menurut Sidarta Ilyas glaucoma akan memperlihatkan gejala:
a)      Tekanan bola mata yng tidak normal
Bola mata yang mengandung cairan mata mempunyai tekanan yang diatur oleh cairan yang masuk. Untuk mendapatkan tekanan yang tetap didalam bola mata terdapat keseimbangan cairan keluar yang sama jumlahnya dengan yang masuk.
·         Tekana bola mata yang meninggi, tekanan di dalam bola mata akan meningkat bila:
-          Cairan mata yang masuk lebih bear dari pada cairan yang keluar normal
-          Caira mata yang masuk normal sedang keluar sedikit
-          Tekanan di dalam bola mata yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya selaput jala mata atau retina
b)      Rusaknya selaput jala
c)      Menciutnya lapang pandang akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Menurut Indriana N Istiqomah tanda dan gejala glaucoma terbagi atas:
v  Tanda glaucoma akut primer
-          Awitan gejala akut/ mendadak
-          Nyeri hebat disekitar mata yang menjalar pada daerah yang dilewati saraf otak V
-          Nyeri kepala / dahi
-          Mual, muntah dan ketidaknyamanan abdomen
-          Melihat lingkaran berwarna disekitar sinar dan pandangan kabur mendadak dengan penurunan persepsi cahaya
v  Tanda glaucoma kronik primer
-          Bilateral
-          Herediter
-          TIO meninggi
-          Sudut COA terbuka
-          Bola mata yang tenang
-          Lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas
-          Perjalanan penyakit progresif lambat
v  Tanda glaucoma sekunder
-          Peningkatan nyeri dan simtome spesifik tergantung pada penyebab penyakit okuler
-           
v  Tanda glaucoma kongenital
-          Fotofobia, blefarispasme, epifora, mata besar, kornea keruh
2.3.5        Faktor Resiko
Glaucoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila diketahui dini dan diobati maka glaucoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lanjutnya. Orang yang mempunyai resiko untuk menderita glaucoma adalah:
·         Bila ada riwayat penderita glaucoma pada keluarga maka risiko 4 kali orang normal
·         Penderita miopi (rabun jauh)
·         Usia diatas 60 tahun
Glaucoma tidak membedakan lelaki atau perempuan. Umur seseorang sedikit mempengaruhi timbulnya glaucoma ataupun serangan glaucoma. Pada usia lebih dari 40 tahun seseorang yang berbakat glaucoma akan mudah memperlihatkan gejal-gejala glaukomanya
·         Rabun dekat berat
·         Penderita diabetes mellitus atau kencing manis.
2.3.6        Terjadinya kebutaan pada glaukoma
Pada glaucoma terjadi gangguan penglihatan dimulai dengan hilangnya lapang pandang, tepi yang berjalan perlahan-lahan. Lapang pandangan menyempit dan berakhir dengan hilangnya seluruh lapang pandangan dan menjadi buta. Namun hal ini setidaknya dapat dicegah, yaitu :
o   Pada orang yang telah berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata berkala secara teratur setiap 3 tahun
o   Bila terdapat riwayat adanya glaucoma pada keluarga maka lakukan pemeriksaan ini setiap tahun.
o   Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang pangdangan dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan timbulnya glaucoma
o   Sebaiknya segera diperiksakan tekanan  mata bila mata menjadi merah dengan sakit kepala yang berat.

2.3.7        Penatalaksanaan medis
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal, membuka sudut yang tertutup (pada glaucoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan mata yang baik (sebelahnya) meliputi:
1)      Penatalaksanaan Medis
a.       Glaukoma Primer
§  Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
§  Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
§  Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan)
§  Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma.
§  Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide).
§  Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah)
b.      Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
c.       Glaukoma kongenitali
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.


2)      Terapi Laser
Apabila obat tidak dapat mengontrol glaukoma dan peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan pembedahan merupakan alternatif
a.       Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed angles).
b.      Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open angles). Laser trabeculoplastytidak menyembuhkan glaukoma, namun sering dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi permulaan atau terapi utama untuk open-angleglaukoma. Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan obat-obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal pengaliran.
c.       Laser cilioablation (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary ataucyclophotocoagulation) adalah bentuk lain dari perawatan yang umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk yang parah dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur ini melibatkan pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang membuat cairan aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini menghancurkan sel-sel yang membuat cairan, dengan demikian mengurangi tekanan mata.
3)      Terapi Pembedahan
a.       Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru, suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva (conjunctival tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah suatu area yang timbul seperti bisul yang ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif menurunkan tekanan mata.
b.      Viscocanalostomy adalah suatu prosedur operasi alternatif yang digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan hanya suatu membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika dia lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif. Ahli bedah kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage systems). Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi, seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak dapat dikontrol.
v  Komplikasi pembedahan
-          Peningkatan TIO, ditandai dengan nyeri okuler, nyeri diatas alis dan mual. Cegah klien membungkuk, mengangkat benda berat, mengejan saat buang air besar, batuk dan muntah
-          Hipotoni (penurunan TIO), dapat menyebabkan perdarahan koroid, atau lepasnya koroid, ditandai dengan nyeri yang dalam di dalam mata dengan awitan pasti, diaphoresis atau perubahan tanda vital.
-          Infeksi, pantau tanda vital. Infeksi harus dicegah karena klien dapat mengalami kehilangan pandangan atau kehilangan mata itu sendiri.
-          Jaringan parut, dapat mengurangi keefektifan jalur baru. Steroid topical dapat  digunakan karena efek samping penggunaan steroid adalah memeperpanjang pemulihan luka.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
3.1.1  Anamnesis
-          Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi:
·         Umur, glaucoma primer terjadi pada individu berumur >40 tahun.
·         Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaucoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih (deWit,1998).
·         Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau yang ada saat ini, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat keluarga dengan glaucoma, riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita (diabetes mellitus, arteriosclerosis, myopia tinggi).
-          Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topic, sulit berkonsentrasi dan sensitive, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
3.1.2  Data Dasar
·         Aktivitas/ istirahat
Gejala                         : perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
·         Makanan/Cairan
Gejala                         : mual, muntah (glaucoma akut)
·         Neurosensory
Gejala                         : penglihatan berawan/ kabur, tampak lingkara cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotopobia (glaucoma akut), perubahan kacamata / pengobatan tidak memperbaiki penglihatan
Tanda                          : pupil menyempit dan merah/ mata keras dengan kornea berawan (glaucoma darurat), peningkatan air mata.


·         Nyeri/kenyamanan  
Gejala                         : ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaucoma kronis, nyeri tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut)
3.1.3  Pemeriksaan fisik
·         Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior dangkal, akuous humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar iris.
·         Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
·         Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sclera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO. Terasa lebih keras disbanding mata yang lain.
3.1.4  Pemeriksaan diagnostic
·         Pengukuran tonografi, menguji tekanan  intraokuler. Pada keadaan kronik atau open angle didapat nilai 22-32mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure >30mmHg.
Pemeriksaan tekanan dengan tonometer, dikenal : Tonometer chiotz, dan Tonometer aplanasi
a)      Tonometri Schiotz
Pemakaian tonometer ini untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara berikut:
§  Penderita diminta terlentang
§  Mata di tetes tetrakain
§  Ditunggu ampai penderita tidak merasa pedas
§  Kelopak mata penderita dibuka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan tertekan bola mata penderita)
§  Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer.
Pembacaan skala dikonversikan pada table untuk mengetahui bola mata dalam millimeter air raksa. Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg dicurigai adanya glaucoma, bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaucoma.
b)     Tonometri aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sclera (selaput putih mata). Teknik melakukan aplanasi tonometry:
§  Diberi anastesi lokaltetrakain pada mata yang akan diperiksa.
§  Kertas Fluoresein diletakkan pada selaput lender
§  Didekatkan alat tonometer aplanasi pada selaput bening
§  Setelah terlihat lingkaran telapak tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga lingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam berimpit
§  Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekana tersebut merupakan tekanan bola mata.
Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20mmHg dianggap sudah menderita glaucoma.
·         Pengukuran gonioskopi, membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaucoma. Uji dengan menggunakan metode ini akan didapatkan sudut normal pada glaucoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris dan kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaucoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.
3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang terjadi antara lain:
1)      Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejeasan penglihatan
2)      Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan TIO
3)      Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prognosis
4)      Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus
5)      Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi
6)      Isolasi social yang berhubungan dengan penurunan pandangan perifer, takut cedera atau respon negative lingkungan terhadap ketidakmampuan visual
7)      Berduka adaptif/maladaptive yang berhubungan dengan hilangnya visus actual.
3.3  Tindakan Keperawatan
Diagnose Preoperatif
1)      Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejeasan penglihatan.
Subjektic: menyatakan penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.
Objektif :
a)      Penurunan lapang pandang menurun
b)      Penurunan kemampuan identifikasi lingkungan (benda, orang, tempat)
Tujuan : klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan dan mengomunikasikan  perubahan visual
Kriteria hasil :
a)      Klien mengidentifikasikan factor-faktor yang mempengaruhi fungsi penglihatan
b)      Klien mengidentifikasikan dan menunjukkan pola-pola alternative untuk meningkatan penerimaan rangsangan penglihatan
Intervensi
Rasional
1.      Kaji ketajaman penglihatan klien
Mengidentifikasi kemampuan visual klien
2.      Dekati klien dari sisi yang sehat
Memberikan rangsang sensori, mengurangi rasa isolasi/terasing
3.      Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan
Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatannya
4.      Ajurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat diterima: auditorik,taktik
Meningkatkan kemampuan respon terhadap stimulus lingkungan
5.      Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan,
-          Orientasikan klien terhadap ruang rawat
-          Letakkan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat
-          Berikan pencahayaan cukup
-          Letakkan alat di tempat yang tetap
-          Hindari cahaya menyilaukan
Meningkatkan kemampuan persepsi sensori

2)      Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan TIO
Subyektif : mengatakan mata tegang, nyeri hebat, lebih sakit untuk melihat.
Objectif :
a)      Meringis, menangis menahan nyeri
b)      Sering memegangi mata
Tujuan : Klien akan mengalami pengurangan nyeri
Kriteria Hasil:
a)      klien mengungkapkan nyeri berkurang
b)      klien berpartisipasi dalam kegiatan pengurangan nyeri
Intervensi
Rasional
1.      Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi-fowler dan cegah tindakan yang dapat meningkatkan TIO (abatuk, bersin, mengejan).
Tekanan pada mata meningkat jika tubuh datar dan maneuver valsava diaktifkan seperti pada aktivitas tersebut
2.      Berikan lingkungan gelap dan tenang
Stress dan sinar akan meningkatkan TIO yang dapat mencetuskan nyeri.

3.      Observasi tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 24 jam jika klien tidak menerima agens osmotic secara intravena dan tiap 2 jam jika klien menerima agens osmotic intravena
mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

4.      Observasi derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut
mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
5.      Observasi asupan-haluaran tiap 8 jam saat klien mendapatkan agens osmotic intravena
mengidentifikasi kemajauan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
6.      Observasi ketajaman penglihatan setiap waktu sebelum penetesan obat mata yang diresepkan
mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
7.      Berikan obat mata yang diresepkan untuk glaucoma dan beritau dokter jika terjadi hipotensi, haluaran urine<24 ml/jam, nyeri pada mata tidak hilang dalam waktu 30 menit setelah terapi obat, tajam penglihatan turun terus menerus
agens osmotic intravena akan menurunkan TIO dengan cepat. Agens osmotic bersifat hiperosmolar dan dapat menyebabkan dehidrasi; manitol dapat mencetuskan hiperglikemis pada klien diabetes mellitus, tetes mata miotik memperlancar drainase aquos humor dan menurunkan produksinya. Pengontrolan TIO adalah esensial untuk memperbaiki penglihatan.
8.      Berikan analgesic narkotik yang diresepkan jika klien mengalami nyeri hebat dan evaluasi kefektifannya
mengontrol nyeri. Nyeri berat akan mencetuskan maneuver valsava dan meningkatkan TIO

3)      Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prognosis
Subyektif: klien mengatakan takut tidak akan dapat melihat lagi setelah dilakukan tindakan operasi
Objektif :
a)      Klien terlihat kebingungan dan selalu bertanya perihal tindakan operasi
b)      Tingkat konsentrasi klien berkurang
c)      Terdapat perubahan pada tanda vital, tekanan darah meningkat.
Tujuan : tidak terjadi kecemasan
Kriteria hasil :
a)      Klien mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang
b)      Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan
intervensi
Rasional
1.      Kaji derajat kecemasan, factor yang menyebabkan kecemasan, tingkat pengetahuan dan ketakutan klien akan penyakit.
Umumnya factor yang menyebabkan kecemasan adalah kurangnya pengetahuan dan ancaman actual terhadap diri. Pada klien glaucoma, rasa nyeri dan penurunan lapang pandang menimbulkan ketakutan utama.
2.      Orientasikan tentang penyakit uang dialami klien, prognosis, dan tahapan perawatan yang akan dijalani klien
Meningkatkan pemahaman klien akan penyakit. Jangan memberikan keamanan palsu seperti mengatakan penglihatan akan pulih atau nyeri akan segera hilang. Gambarkan secara objektif tahap pengobatan, harapan proses pengobatan, dan orientasi pengobatan masa berikutnya.
3.      Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang penyakitnya
Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi klien
4.      Beri dukungan psikologis
Dukungan psikologis dapat berupa penguatan tentang kondisi klien, peran serta aktif klien dalam perawatan maupun mengorientasikan bagaimana kondisi penyakit yang sama menimpa klien yang lain.
5.      Terangkan setiap prosedur yang dilakukan dan jelaskan tahap perawatan yang akan dijalani, seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik;foto toraks ;EKG ;diet;sedasi operasi dll
Mengurangi rasa ketidaktahuan dan kecemasan yang terjadi
6.      Bantu klien mengekspresikan kecemasan dan ketakutan dengan mendengar aktif
Memberi kesempatan untuk berbagi perasaan dan pendapat dan menurunkan ketegangan pikiran
7.      Beri informasi tentang penyakit yang dialami oleh klien yang berhubungan dengan kebutaan
Mengorientasikan pada penyakit dan kemungkinan realistic sebagai konsekuensi penyakit dan menunjukkan realitas.

Diagnose Pasca operatif
4)      Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan, kehilangan vitreus.
Subjektif : keinginan untuk memegang mata, menyatakan nyeri sangat
Objektif :
a)      Perilaku tidak terkontrol
b)      Kecenderungan memegang daerah operasi
Tujuan : tidak terjadi cedera mata pasca operasi
Kriteria hasil:
a)      Klien menyebutkan factor yang menyebabkan cedera
b)      Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatan resiko cedera


intervensi
Rasional
1.      Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktivitas dan pembalutan mata
Meningkatan kerja sama dan pembatasan yang diperlukan
2.      Tempatkan klien pada tempat tidur yang lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi pergerakan mendadak/ tiba-tiba serta menggerakkan keala berlebihan.
Istirahat mutlak diberikan 12-24 jam pascaoperasi
3.      Bantu aktivitas selama fase istirahat. Ambulasi dilakukan dengan hati-hati
Mencegah/ menurunkan risiko komplikasi cedera
4.      Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera
Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur mata pascaoperasi antara lain:
-          Mengejan (valsava maneuver)
-          Menggerakkan kepala mendadak
-          Membungkuk terlalu lama
-          Batuk
5.      Amati kondisi mata;luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak, nyeri yang tidak berkurang dengan pengobatan, mual,muntah. Dilakukan setiap 6 jam pascaoperasi atau seperlunya
Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak, hiperemi, serta hipopion mungkin menunjukkan cedera mata pascaoperasi.
5)      Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi.
Subjektif : mengatakan takut melakukan aktivitas tertentu
Objektif :
a)      Tubuh tidak terawat, kotor
b)      Pergerakan terbatas, hanya ditempat tidur
Tujuan : kebutuhan perawatan diri koien terpenuhi
Kriteria hasil :
a)      Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri
b)      Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap
Intervensi
Rasional
1.      Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase pascaoperasi
Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam peratama pasca operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan bagi klien.
2.      Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Memenuhi kebutuhan perawatan diri
3.      Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri
Pelibatan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tersebut tidak memprovokasi peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Control klinis dilakukan dengan mengunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan aktivitas.
6)      Deficit pengetahuan (tentang proses penyakit, kondisi klinis, rencana terapi dan penatalaksanaan di rumah) berhubungan dengan kurangnya informasi dan atau mispresepsi informasi yang didapat sebelumnya
Tujuan, klien akan: Klien mengetahui penatalaksanaan penyakitnya dan mampu mengulang dan mendemostrasikan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Intervensi
Rasional
1.      Jika gejala akut terkontrol, berikan informasi tentang kondisinya. Tekankan bahwa glaucoma memerlukan pengobatan sepanjang hidup, harus teratur dan tidak terputus
meningkatkan kerjasama klien. Kegagalan klien untuk mengikuti penatalaksanaan yang ditentukan dapat menyebabkan kehilangan pandangan progresif bahkan kebutaan.
2.      Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis jika ketidaknyamanan mata dan gejala peningkatan TIO terulang saat menggunakan obat-obatan. Ajari klien tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medis dengan segera
upaya tindakan perlu dilakukan untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut/komplikasi lain
3.      Ajarkan klien dan keluarga serta izinkan klien mempraktikkan sendiri cara pemberian tetes mata. Gunakan teknik aseptic yang baik saat meneteskan obat mata
meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk klien menunjukkan kompetensi dan mengajukan pertanyaan
4.      Berikan informasi tentang dosis, nama, jadwal, tujuan, dan efek samping yang dapat dilaporkan dari semua obat-obatan yang diresepkan dirumah. Ingatkan klien untuk memberikan tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang terkena karena pada mata yang tidak sakit obat tetes ini dapat mencetuskan serangan glaucoma tertutup dan mengancam sisa pandangan klien.
penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

5.      Ingatkan klien agar menggunakan obat-obat resep dan jangan membeli obat-obat bebas atau yang lain tanpa sepengetahuan dokter
penyakit ini dapat dikontrol, bukan diobati dan mempertahankan konsistensi program pengobatan adalah hal vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.
6.      Jamin semua instruksi dan informasi tentang obat yang diresepkan telah diberikan secara tertulis
instruksi verbal dapat mudah dilupakan klien
7.      Identifikasi efek samping atau reaksi yang merugikan dari pengobatan: penurunan selera makan, mual/muntah, diare, kelemahan, perasaan mabuk, penurunan libido, impoten, disritmia, pingsan, gagal jantung kongestif
efek samping/ merugikan obat mempengaruhi dari rentang tak nyaman sampai ancaman kesehatan berat. Sekitar 50% klien akan mengalami sensitivitas atau alergi terhadap obat parasimpatik (contoh Pilokarpin) atau obat antikolinesterase. Masalah ini memerlukan evaluasi medic dan kemungkinan perubahan program terapi.
8.      Tinjau ulang praktik umum untuk keamanan mata
melindungi terhadap cedera mata.
3.4  Evaluasi
1.      Klien dapat mempertahankan visus optimal
2.      Tidak terjadi komplikasi
3.      Klien merasakan nyeri berkurang atau tidak nyeri
4.      Klien tidak cemas
5.      Klien tidak mengalami cedera
6.      Klien mampu melakukan perawatan diri mandiri
7.      Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang penyakit dan penatalaksanaannya.



BAB 4
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibatkan kerusakan syaraf penglihatan yang terletak di dalam bola mata. Pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandang. Kerusakan seluruh syaraf penglihat akan mengakibatkan kebutaan. Terdapat beberapa klasifikasi glaucoma yaitu primer, yang terdiri dari sudut terbuka dan sudut tertutup, glaucoma sekunder, glaucoma kongenital dan lainnya. Pencegahan masih mungkin dilakukan dengan melakukan pemeriksaan awala tertuma pada kelompok-kelompok yang beresiko. Pengobatan bisa dengan medical, terapi laser dan tindakan pembedahan.
7.2  Saran
1.      Bagi Rumah Sakit
Bagi perawat unit medical bedah, perlu terapi yang lebih spesifik khususnya pada klien dengan diagnose glaukoma dengan cara pendekatan farmakologik dan non farmakologik dan asuhan keperawatan yang komprehensif dan pengajaran yang efektif,efisien dan berkelanjutan guna proses penyembuhan klien.
2.      Bagi klien
Untuk klien serta keluarga agar dapat secara mandiri menerapkan proses keperawatan yang sudah diberikan maupun diajarkan oleh perawat untuk mencegah terjadinya gejala berulang pada klien.
3.      Bagi institusi pendidikan
Pendidikan terhadap pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan klien dengan diagnose glaukoma, dengan harapan institusi pendidikan mampu mengajarkan cara memberikan pelayanan asuhan keperawatan medical bedah sesuai standart asuhan keperawatan dan kode etik.


DAFTAR PUSTAKA

DeWitt, Susan C. (1998).Essential of Medical Surgical Nursing, 4 th ed.,W.B Philadelphia :Saunders Co.
Doengoes, M. dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi Indonesisa. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,vol.3. Jakarta: EGC
Ilyas, Sidarta.(2004). Ilmu Perawatan Mata.Jakarta: Sagung Seto
Istiqomah, Indriana N. (2005). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC
Long, Barbara C. (1996). Keperawatan Medikal Bedah, Suatu pendekatan Proses Keperawatan,edisi Indonesia. Bandung :Yayasan IAPK
Smeltzer, Susane C, Bare, Brenda G.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, edisi 8 Indonesia, vol 3. Jakarta :EGC
Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tamsuri, Anas. (2010). Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC