Jumat, 23 November 2012

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perawatan kesehatan adalah sebagai suatu lapangan khusus dibidang kesehatan, keterampilan hubungan antar manusia dan keteerampilan organisasi diterapkan dalam hubungan yang serasi kepada keterampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada tenaga social demi untuk memelihara kesehatan masyarakat (Ruth B. Freeman,1961). Komunitas dipandang sebagai target pelayanan kesehatan yang bertujuan mencapai kesehatan komunitas sebagai suatu peningkatan kesehatan dan kerjasama sebagai suatu mekanisme untuk mempermudah pencapaian tujuan yang berarti masyarakat atau komunitas dilibatkan secara aktif untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam pelaksanaan perawatan kesehatan dibutuhkan system pelayanan kesehatan yang maksimal guna menunjang keberhasilan perawatan kesehatan. Salah satu usaha untuk mencapai pelayanan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha untuk pembangunan nasional, yang bertujuan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana system pelayanan kesehatan di Indonesia?
2.      Bagaimana konsep Indonesia sehat 2010?
3.      Apakah system kesehatan nasional (SKN)?
4.      Apakah MDGs?
1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan umum
Mengidentifikasi tentang system pelayanan kesehatan di indonesia
1.3.2        Tujuan khusus
1.      Menjelaskan tentang system pelayanan kesehatan di Indonesia
2.      Menjelaskan konsep Indonesia sehat 2010
3.      Menjelaskan system kesehatan nasional (SKN)
4.      Menjelaskan tentang MDGs
1.4  Manfaat
1.      Mahasiswa memahami konsep system pelayanan kesehatan sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah.
2.      Mahasiswa mengetahui system pelayanan kesehatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit
1.5  Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun atas 4 bab yang terdiri dari bab 1 adalah pendahuluan, bab 2 adalah tinjauan pustaka yang terdiri dari beberapa sub pokok, bab 3 berisi pembahasan yang terdiri dari 4 poin dan yang terakhir bab 4 yaitu penutu.






BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sistem Pelayanan Kesehatan
Bila membahas tentang masalah system pelayanan kesehatan, ada 3 pengertian yang terkandung didalamnya yaitu: konsep dasar system, konsep dasar kesehatan, system pelayanan kesehatan, pengembangan sumber daya manusia dikaitkan dengan pelayanan kesehatan, peran pelayanan kesehatan dalam pengembangan sumber daya manusia dan tantangan-tantangan pelayanan kesehatan dalam pengembangan sumber daya manusia.
2.2  Konsep Dasar Sistem
2.2.1        Pengertian system
Pengertian system banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
1)      System adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.
2)      System adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organic untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien.
3)      System adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pengertian diatas, maka pengertian system secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yakni:
1)      System sebagai suatu wujud
Suatu system disebut sebagai wujud (entity), apabila bagian-bagian atau elemen-elemen yang terhimpun dalam system tersebut membentuk suatu wujud yang cirri-cirinya dapat dideskripsikan atau digambarkan dengan jelas. Tergantung dari sifat bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk system, maka system sebagai wujud dapat dibedakan atas dua macam:
a.       System sebagai suatu wujud yang konkrit
Dalam bentuk ini, sifat dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk system adalah konkrit dalam arti dapat ditangkap oleh panca indera. Contoh : suatu mesin yang bagian-bagian atau elemen-elemennya adalah berbagai unsur suku cadang
b.      System sebagai suatu wujud yang abstrak
Dalam bentuk ini, sifat dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk system adalah abstrak dalam arti tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Contohnya adalah: system kebudayaan yang bagian-bagian atau elemen-elemennya adalah berbagai unsur budaya.
2)      System sebagai suatu metode
Suatu system disebut sebagai suatu metode, apabila bagian-bagian atau elemen-elemen yang terhimpun dalam system tersebut membentuk suatu metode yang dapat dipakai sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi. Contohnya adalah system pengawasan yang bagian-bagian atau elemen-elemen pembentuknya adalah berbagai peraturan.
2.2.2        Ciri-ciri system
Sesuatu disebut system, apabila ia memiliki beberapa cirri pokok system. Ciri-ciri pokok yang dimaksud banyak macamnya, yang apabila disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Ciri-ciri system menurut Elias M.Awad (1979).
1)      System bukanlah sesuatu yang berada diruang hampa, melainkan selalu berinteraksi dengan lingkungan. Tergantung dari pengaruh interaksi dengan lingkungan tersebut, system dapat dibedakan atas dua macam:
·         System bersifat terbuka
Dikatakan terbuka apabila system tersebut berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pada sistem yang bersifat terbuka berbagai pengaruh yang diterima dari lingkungan dapat dimanfaatkan oleh system untuk menyempurnakan system yang ada. Pemanfaatan seperti ini memang memungkingkan, karena di dalam system terdapat mekanisme penyesuaian diri, yang antara lain karena adanya unsur umpan balik (feed back)
·         System bersifat tertutup
Dikatakan tertutup apabila system tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungannya tidak dipengaruhi.
2)      System mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri, yang antara lain juga disebabkan karena di dalam system terdapat umpan balik (feed back)
3)      System terbentuk dari dua atau lebih subsistem, dan setiap subsistem terdiri dari dua atau lebih subsistem lain yang lebih kecil, demikian seterusnya.
4)      Antara satu subsistem dengan subsistem lainnya terdapat hubungan yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Keluaran subsistem misalnya, menjadi masukan bagi subsistem lain yang terdapat dalam system
5)      System mempunyai tujuan atau sasaran yang ingn dicapai. Pada dasarnya tercapai tujuan atau sasaran ini adalah sebagai hasil kerja sama dari berbagai subsistem yang terdapat dalam system.
b.      Menurut Shode dan Dan Voich Jr. (1974)
1)      Sistem mempunyai tujuan, karena itu semua perilaku yang ada pada system pada dasarnya bermaksud mencapai tujuan tersebut (purposive behavior)
2)      System, sekalipun terdiri atas berbagai bagian atau elemen, tetapi secara keseluruhan merupakan suatu yang bulat dan utuh (wholism) jauh melebihi kumpulan bagian atau elem tersebut.
3)      Berbagai bagian atau elemen yang terdapat dalam system saling terkait, berhubungan dan berinteraksi.
4)      System bersifat terbuka dan selalu berinteraksi dengan system lain yang lebih luas, yang biasanya disebut dengan lingkungan.
5)      System mempunyai kemampuan transformasi, artinya mampu mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dengan kata lain, system mempu mengubah masukan menjadi keluaran.
6)      System mempunyai mekanisme pengendalian, baik dalam rangka menyatukan berbagai bagian atau elemen, juga dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran.
Dari dua pendapat ahli tersebut tentang ciri-ciri system, pada dasarnya tidak banyak berbeda, sehingga dapat dengan mudah dipahami. Dan secara sederhana, ciri-ciri tersebut dapat dibedakan atas empat macam saja, yaitu:
1)      Dalam system terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi, yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti kesemuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan.
2)      Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
3)      Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.
4)      Sekalipun system merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.

2.3  Konsep Dasar Kesehatan
Kesehatan menurut WHO 1974 adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap, ,meliputi: kesejahteraan fisik, mental dan social. Bukan semata-mata bebas dari penyakit dan/atau kelemahan. White (1977) sehat adalah keadaan dimana seseorang ketika diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai keluhan  ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan. Sedangkan system kesehatan adalah kumpulan dari berbagai factor yang kompleks dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi suatu kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO,1984). Untuk Negara Indonesia, pengertian system kesehatan dikenal dengan istilah System Kesehatan Nasional (SKN), yaitu suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
2.4  Sistem Pelayanan Kesehatan
Pelayanan merupakan kegiatan dinamis berupa membantu menyiapkan, menyediakan dan memproses, serta membantu keperluan orang lain. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.
2.4.1  Jenis pelayanan kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983), ada dua macam jenis pelayanan kesehatan.
1.      Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dan sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
2.      Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (soslo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2.4.2  Syarat pokok pelayanan kesehatan
Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1.      Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2.      Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3.      Mudah dicapai (accessible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4.      Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.
5.      Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
2.4.3  Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan
1.      Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk memeperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan tak langsung.
2.      System yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para pelanggan.
3.      Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang sudah matang.
4.      Perbaikan yang berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan. Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan beragam, maka sebagai pemberi jasa harus mengadakan perbaikan terus menerus.
5.      Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.















BAB 3
PEMBAHASAN
3.1  Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia
Sistem pelayanan kesehatan di indonesia meliputi pelayanan rujukan yang berupa:
1.      Pelayanan kesehatan dasar
Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Pelayanan lainnya di wilayah kerja puskesmas selain rumah sakit.
2.      Pelayanan kesehatan rujukan
Pada umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan, baik dalam pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
3.1.1  Sistem Rujukan (Referal System)
Di negara Indonesia sistem rujukan telah dirumuskan dalam SK. Menteri Kesehatan RI No.32 tahun 1972, yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antara unit-unit yang setingkat kemampuannya. Macam rujukan yang berlaku di negara Indonesia telah ditentukan atas dua macam dalam Sistem Kesehatan Nasional, yaitu:
1)      Rujukan kesehatan
Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan ini dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Macamnya ada tiga, yaitu: rujukan teknologi, rujukan sarana, dan rujukan operasional.
2)      Rujukan medis
Pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit. Macamnya ada tiga, yaitu: rujukan penderita, rujukan pengetahuan, rujukan bahan-bahan pemeriksaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 6.3.
Gambar 3.1 rujukan pelayanan kesehatan

Manfaat sistem rujukan, ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan:
1.      Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker)
a.       Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
b.      Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
c.       Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2.      Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer)
a.       Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.
b.      Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
3.      Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider)
a.       Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
b.      Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin.
c.       Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
3.1.2  Masalah Pelayanan Kesehatan
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan. Disatu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan, yaitu meningkatnya mutu pelayanan yang dapat dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan, kecacatan, kematian serta meningkatnya usia harapan hidup rata-rata. Namun dipihak lain, perubahan tersebut juga mendatangkan banyak permasalahan diantaranya:
1.      Fragmented health services (terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan).
Timbulnya perkotakan dalam pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan munculnya spesialis dan subspesialis dalam pelayanan kesehatan. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah menyulitkan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang apabila berkelanjutan, pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
2.      Berubahnya sifat pelayanan kesehatan
Muncul akibat pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak, yang pengaruhnya terutama ditemukan pada hubungan dokter dengan klien. Sebagai akibatnya, munculnya spesialis dan subspesialis menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju pada keluhan ataupun organ tubuh yang sakit saja.
Perubahan sifat pelayanan kesehatan makin bertambah nyata, tatkala diketahui pada saat ini telah banyak dipergunakan berbagai alat kedokteran yang canggih, ketergantungan yang kemudian muncul terhadap berbagai peralatan tersebut, sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan, diantaranya:
1.      Makin regangnya hubungan antara petugas kesehatan (tenaga medis, paramedis, dan klien) telah terjadi tabir pemisah antara dokter juga perawat dengan klien akibat dari berbagai peralatan kedokteran yang dipergunakan.
2.      Makin mahalnya biaya kesehatan. Kondisi seperti ini tentu mudah diperkirakan akan menyulitkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan.
3.1.3  Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Pada dasarnya, ada tiga macam srata pelayanan kesehatan di semua negara, yaitu:
1.      Primary health services (pelayanan kesehatan tingkat pertama)
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok atau basic health services, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Umumnya bersifat rawat jalan (ambulatory/out patient services).
2.      Secondary health services (pelayanan kesehatan tingkat kedua)
Pelayanan kesehatan lebih lanjut, bersifat rawat inap (in patient services), dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
3.      Tertiary health services (pelayanan kesehatan tingkat ketiga)
Pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.
3.1.4  Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan
1.      Pergeseran masyarakat dan konsumen
Hal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen terhadap peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan upaya pengobatan. Sebagai masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang masalah kesehatan yang meningkat, maka mereka mempunyai kesadaran lebih besar yang berdampak pada gaya hidup terhadap kesehatan. Akibatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan meningkat.
2.      Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disisi lain dapat meningkatkan pelayanan kesehatan karena adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan memadai, namun disisi lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berdampak pada beberapa hal, diantaranya adalah:
a.       Dibutuhkan tenaga kesehatan profesional akibat pengetahuan dan peralatan yang lebih canggih dan modern.
b.      Melambungnya biaya kesehatan
c.       Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan
3.      Isu legal dan etik
Sebagai masyarakat yang sadar terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan, isu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka menerima pelayanan kesehatan. Disatu pihak, petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kurang seksama akibat meningkatnya jumlah konsumen, disisi lain konsumen memiliki pengertian yang lebih baik mengenai masalah kesehatannya. Pemberian pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan dan kurang manusiawi atau tidak sesuai harapan, maka persoalan atau dilema hukum dan etik akan semakin meningkat.
4.      Ekonomi
Pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, namun bagi klien dengan status ekonomi yang rendah tidak akan mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang paripurna, karena tidak mampu menjangkau biaya pelayanan kesehatan. Akibatnya masyarakat enggan untuk mencari diagnosis dan pengobatan. Penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan menurun akibat biaya pelayanan yang tinggi dan tidak adanya jaminan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan.
5.      Politik
Kebijakan pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada kebijakan tentang bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang menanggung biaya pelayanan kesehatan. Tentunya saat ini menjadi kabar baik bagi masyarakat yang kurang mampu dengan adanya kebijakan di tiap-tiap kabupaten tentang pengobatan gratis di pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Namun demikian, jangan sampai kebijakan pengobatan gratis tersebut akan mengurangi mutu dari pelayanan kesehatan yang ujung-ujungnya karena tidak mendapat keuntungan dari program tersebut.
3.2  Konsep Indonesia Sehat 2010
3.2.1  Perilisan Sehat 2010 di dunia
Pada bulan Januari 2000, Rakyat Sehat 2010 dirilis, tujuan untuk dekade ini bahkan lebih ambisius daripada dekade sebelumnya. Sebagai contoh, bukan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan saja, seperti tujuan untuk tahun 2000, Rakyat Sehat 2010 bertujuan untuk menghilangkan kesehatan kesenjangan.
Tujuan fokus pada dua tujuan menyeluruh
·         Semua bantuan dari Amerika meningkatkan usia harapan hidup dan memperbaiki  kualitas kehidupan mereka.
·         Menghilangkan kesenjangan kesehatan yang ada antara segmen yang berbeda dari penduduk AS. Bidang-bidang tertentu yang menjadi perhatian untuk masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:
·         Promosi kesehatan: Nutrisi, aktivitas fisik dan kebugaran, konsumsi tembakau, alkohol, dan obat-obatan lainnya, keluarga berencana, perilaku kasar, kesehatan mental, dan program-program berbasis pendidikan dan masyarakat.
·         Perlindungan Kesehatan: Kesehatan lingkungan, keselamatan dan kesehatan, kecelakaan, keamanan makanan dan obat-obatan, dan kesehatan mulut.
·         Pencegahan layanan prioritas: kesehatan ibu dan bayi, imunisasi dan penyakit menular, Human Immunodeficiency Virus (HIV) infeksi, penyakit menular seksual, penyakit jantung dan stroke, kanker, diabetes dan gangguan menonaktifkan kronis, dan layanan pencegahan klinis untuk ini; dan mental dan gangguan perilaku.
·         Prioritas perbaikan Sistem: Pendidikan kesehatan dan layanan pencegahan, dan sistem surveilans dan data (USDHHS, 2000c)



3.2.2  Konsep Pembangunan Kesehatan di Indonesia
Tujuan utama pembangunan masional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program Pembangunan Nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Untuk menjawab tantangan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan termasuk konsistensi, kebijakan, keterlibatan lintas sector serta berdasarkan perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mutakhir, dirumuskanlah paradigma sehat yang merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Adapun rumusan paradigma sehat tersebut telah tertuang di dalam visi :Indonesia Sehat 2010”. Visi yang tertuang dalam paradigma sehat adalah visi jangka menengah, tentu saja bila visi jangka menengah itu telah tercapai, akan ditindak lanjuti dengan visi jangka menengah selanjutnya, yang kualitas indikatornya lebih tinggi. Begitu seterusnya sehingga pembangunan kesehatan bisa berkelanjutan dan konsisten untuk menciptakan Indonesia Sehat.
Pada tahun 1948 WHO menyepakati antara lain bahwa derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, jenis kelamin, politik yang dianut dan social ekonominya. Kemudian pada tahun 1980, WHO mendeklarasikan “Health For All By The Year 2000” yang isinya menghimbau kepada anggota WHO supaya melakukan langkah-langkah dalam melakukan pembangunan kesehatan sehingga derajat kesehatan setiap orang meningkat.
Negara Indonesia menindaklanjuti komitmen ini melalui Sistem Kesehatan Nasional atau yang dikenal dengan singkatan SKN tahun 1982 dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK). Selanjutnya memasuki abad ke-21 Indonesia telah menetapkan “Indonesia Sehat 2010” sebagai visi pembangunan kesehatan. Penerapan paradigma baru pembangunan kesehatan baru, yaitu paradigma sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Dalam mewujudkan visi, ditetapkan misi pembangunan kesehatan. Menyongsong abad ke-21, secara nasional telah dikeluarkan Undang-Undang No. 22 tahun1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai suatu kebijakan baru otonomi pembangunan dengan basis wilayah kabupaten atau kota, sehingga diperlukan suatu strategi pembangunan wilayah dengan prioritas yang berbeda satu dengan yang lain.
Dengan keanekaragaman tingkat perkembangan social, ekonomi dan budaya masyarakat berbagai daerah Indonesia, maka perlu ditetapkan indikator-indikator untuk masing-masing daerah selain yang bersifat nasional. Penajaman sasaran dan prioritas secara lebih spesifik, perlu dirumuskan oleh masing-masing daerah. Adanya perubahan-perubahan baik dalam lingkungan global, nasional, maupun yang spesifik di masing-masing daerah dan kecenderungannya serta masih adanya kesenjangan-kesenjangan dalam derajat kesehatan masyarakat antar daerah, maka kebijaksanaan pembangunan kesehatan dalam periode decade mendatang, telah dipikirkan secara cermat dan komprehensif.
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyakat, bangsa dan Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh Wilayah Republik Indonesia. Gambaran keadaan masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”.
Salah satu kunci keberhasilan pembangunan kesehatan adalah mengaktualisasikan Paradigma Sehat sebagai gerakan nasional, dimana sebagai langkah awal telah dicanangkan oleh Presiden. Paradigma Sehat secara makro berarti bahwa pembangunan semua sector harus memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan, paling tidak harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Sedangkan secara mikro berarti bahwa pembangunan kesehatan akan menekan upaya promotif dan preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitative.
3.2.3  Visi dan Misi Indonesia Sehat 2010
a.       Visi
Visi pembangunan kesehatan di Indonesia adalah : Indonesia Sehat 2010. Dalam Indonesia Sehat 2010 dapat digambarkan sebagai berikut:
1)      Lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu:
·         Lingkungan yang bebas dari polusi
·         Tersedianya sumber air yang bersih
·         Sanitasi lingkungan yang memadai
·         Perumahan dan pemukiman yang sehat
·         Terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nila-nilai budaya bangsa.
2)      Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah:
·         Yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
·         Mencegah resiko terjadinya penyakit
·         Melindungi diri dari ancaman sakit
·         Berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
3)      Kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan kesehatan yang bermutu yang dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan pemakai jasa serta diselenggarakan sesuai standart dan etika profesi.
4)      Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah republic Indonesia.
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta kemampuan masyarakat tersebut diatas, dapat mencapai misi Indonesia Sehat.
b.      Misi
Untuk mencapai visi tersebut diatas disusunlah misi pembangunan kesehatan sebagai berikut:
1.      Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja sector kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta kontribusi positif berbagai sector pembangunan lainnya. Dengan demikian mewujudkan Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan.
2.      Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, swasta dan pemerintah. Adapun peran yang dimainkan oleh pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, maka tujuan Indonesia Sehat tidak akan tercapai. Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan program pembangunan kesehatan.
3.      Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
Salah satu tanggung jawab sector kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Namun penyelenggaraan pelayanan  kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah, melainkan mengikutseratakan sebesar-besarnya peran serta aktif segenap anggota masyarakat dan berbagai potensi peran swasta.
4.      Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Tugas utama sector kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warga negaranya, yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat Indonesia, tanpa meninggalkan upaya penyembuhan penyakit (Curative Health) dan atau pemulihan kesehatan (Rehabilitatif Health). Untuk terselenggaranya tugas tersebut, maka penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitative. Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan pula terciptanya lingkungan yang sehat. Oleh karenanya tugas-tugas penyehatan lingkungan harus pula diprioritaskan.
3.2.4  Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Masalah-Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
1.      Factor Lingkungan
Yang sering menjadi penyebab masalah dalam masyarakat adalah:
·         Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan
·         Kurangnya sebagaian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam bidang kesehatan
2.      Fartor Perilaku dan Gaya Hidup Masyarakat
·         Masih banyaknya insiden kebiasaan masyarakat yang dapat merugikan kesehatan
·         Adat istiadat yang kurang bahkan tidak menunjang kesehatan
3.      Factor Sosial Ekonomi
·         Tingkat pendidikan massyarakat di Indonesia sebagian besar masih rendah
·         Kurangnya kesadaran dalam memelihara kesehatan
·         Tingkat social ekonomi dalam hal ini penghasilan sebagian masih rendah
·         Kemiskinan. Mayoritas masyarakt Indonesia masih tergolong miskin karena GNP perkapita hanya bisa disejajarkan dengan Vietnam (Wahid & Nurul,2009)
4.      Factor Sistem Pelayanan Kesehatan
·         Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh
·         Upaya pelayanan kesehatan sebagian besar berorientasi pada upaya kuratif
·         Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
3.2.5  Kebijakan pembangunan kesehatan yang diambil pemerintah untuk mencapai Indonesia sehat 2010
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, yaitu:
1.      Pemantapan kerja sama lintas sector
Penyelenggaraan kerja sama sector harus mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Kerja sama lintas sector merupakan hal yang utama dan perlu digalang serta dimantapkan secara bersama untuk mengoptimalkan hasil pembangunan berwawasan kesehatan.
2.      Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta.
Perilaku hidup sehat masyarakat sejak usia dini ditingkatkan kemitraan swasta dalam pembangunan kesehatan dihubungkan dengan memberikan kemudahan. Peran organisasi profesi perlu ditingkatkan terutama yang menyangkut standart dan kode etik profesi, aktif mengembangkan IPTEK.


3.      Peningkatkan upaya kesehatan
Peningkatan upaya kesehatan diprioritaskan pada penanganan dampak krisis ekonomi dan peningkatan produktivitas kerja. Upaya kesalahan sector pemerintahan diarahkan pada pelayanan kesehatan yang berdampak luas, sedangkan upaya penyembuhan dan pemulihan penyakit dilakukan oleh swasta, pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan ditingkatkan.
4.      Peningkatan sumber daya kesehatan
Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai dengan perkembangan IPTEK. Pengembangan tenaga ditujukan untuk memberdayakan baik masyarakat maupun pemerintah. JPKM dan asuransi kesehatan terus dikembangkan. Efisiensi produksi dan distribusi serta untuk obat terus ditingkatkan, termasuk obat tradisional dan makanan minuman.
5.      Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
dan manajemen KSLS ditingkatkan.
Reorganisasi, refungsionalisasi seiring dengan desentralisasi atas dasar prinsip ekonomi. Peningkatan pendanaan untuk berbagai upaya menejemen baik dari APBN maupun APBD
6.      Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, makanan dan obat kesehatan yang tidak absah/legal
Pencegahan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, khasiat/manfaat dan keamanan serta memperluas jangkauan pengawasan. Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap penyalagunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya. Pemerataan dan ketersediaan obat yang terjangkau dan peningkatan pemanfaatan obat generic.
7.      Peningkatan IPTEK kesehatan
Litbang baru dibidang kesehatan terus dikembangkan untuk membantu memecahkan masalah dan kendala pelasanaan program kesehatan.
3.2.6  Strategi dan Program Pemnbangunan Kesehatan di Indonesia
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah sebagai berikut:
1.      Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan, artinya : program pembangunan nasional harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terdapat 2 (dua) hal, yaitu:
1)      Pembentukan lingkungan sehat
2)      Pembentukan perilaku sehat
Untuk terselenggarakannya pembangunan berwawasan kesehatan perlu dilaksanakan kegiatan: sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan sehingga semua pihak terkait memahami dan mampu melaksanakan pembangunan berwawasan nasional.
2.      Profesionalisme
Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai normal dan etika. Untuk terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung oleh penerapan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran dan keperawatan. Pengembangan sumber daya manusia mempunyai peranan penting. Pelayanan kesehatan professional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana yang mengikuti  perkembangan ilmu dan teknologi serta didukung oleh penerapan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk menunjang tinggi sumpah dan kode etik profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan dilaksanakan penentuan standart kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan serta kegiatan peningkatan kualitas sector lainnya.
3.      Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
Untuk memanfaatkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat seluas-luasnya termasuk dalam pembiayaan, JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan subsistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya strategi ini dengan baik akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan untuk semua pihak yang terkait sehingga konsep dan program JPKM dapat dipahami. Selain itu akan dikembangkan peraturan perundang-undangan, pelatihan Badan Pelaksana JPKM dan pengembangan unit pembina JPKM.
4.      Desentralisasi
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah. Desentralisasi yang inti adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur system pemerintahan dan rumah tangga sendiri. Untuk terselenggaranya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan penentuan pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daearah, pelatihan, penempatan kembali tenaga dan lain-lain agar kegiatan strategi desentralisasi dapat terlaksana secara nyata.
3.2.7  Pilar Indonesia Sehat 2010
Guna menunjang terwujudnya Indonesia Sehat 2010 diperlukan 3 pilar sebagai berikut :
1.      Lingkungan Sehat
Yang dimaksud adalah lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat yaitu : bebas polusi, tersedianya air bersih, lingkungan memadai, perumahan pemukiman sehat, terwujudnya kehidupan yang saling tolong-menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
2.      Perilaku Sehat
Adalah perilaku yang proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan.
3.      Pelayanan Kesehatan
Adalah pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata yang menjangkau semua lapisan masyarakat tanpa adanya hambatan ekonomi dan non ekonomi, sesuai dengan standart dan  etika profesi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa.


3.3  Sistem Kesehatan Nasional
3.3.1  Pengertian SKN
SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari rumusan pengertian di atas, jelaslah SKN tidak hanya menghimpun upaya sektor kesehatan saja melainkan juga upaya dari berbagai sektor lainnya termasuk masyarakat dan swasta. Sesungguhnyalah keberhasilan pembangunan kesehatan tidak ditentukan hanya oleh sektor kesehatan saja. Dengan demikian, pada hakikatnya SKN adalah juga merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yang memadukan berbagai upaya Bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.
3.3.2  Landasan SKN
SKN yang merupakan wujud dan metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah bagian dari Pembangunan Nasional. Dengan demikian landasan SKN adalah sama dengan landasan Pembangunan Nasional. Secara lebih spesifik landasan tersebut adalah:
1)      Landasan idiil yaitu Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)      Landasan konstitusional yaitu UUD 1945, khususnya:
Ø  Pasal 28 A; setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Ø  Pasal 28 B ayat (2); setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang.
Ø  Pasal 28 C ayat (1); setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Ø  Pasal 28 H ayat (1); setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan ayat (3); setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Ø  Pasal 34 ayat (2); negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan ayat (3); negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
3.3.3  Prinsip Dasar SKN
Prinsip dasar SKN adalah norma, nilai dan aturan pokok yang bersumber dari falsafah dan budaya Bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai acuan berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan SKN. Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi:
1)      Perikemanusiaan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terabaikannya pemenuhan kebutuhan kesehatan adalah bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Tenaga kesehatan dituntut untuk tidak diskriminatif serta selalu menerapkan prinsip-prinsip perikemanusiaan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
2)      Hak Asasi Manusia
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. Setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3)      Adil dan Merata
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip adil dan merata. Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata, baik geografis maupun ekonomis.
4)      Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus berdasarkan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial dan gotong royong.
5)      Kemitraan
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip kemitraan. Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta, dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki. Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta serta kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan diwujudkan dalam suatu jejaring yang berhasil-guna dan berdaya-guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.
6)      Pengutamaan dan Manfaat
Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pengutamaan dan manfaat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan maupun golongan. Upaya kesehatan yang bermutu dilaksanakan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara berhasil-guna dan berdayaguna, dengan mengutamakan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya.
7)      Tata kepemerintahan yang baik
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparent), rasional/profesional, serta bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountable).
3.3.4  Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3.3.5  Kedudukan SKN
1)      Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Sistem Penyelenggaraan Negara. SKN bersama dengan berbagai subsistem lain, diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)      Kedudukan SKN terhadap sistem nasional lain
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab dari berbagai sektor lain terkait yang terwujud dengan berbagai sistem nasional tersebut, seperti:
·         Sistem Pendidikan Nasional,
·         Sistem Perekonomian Nasional
·         Sistem Ketahanan Pangan Nasional
·         Sistem Hankamnas, dan
·         Sistem-sistem nasional lainnya
Dalam keterkaitan dan interaksinya, SKN harus dapat mendorong kebijakan dan upaya dari berbagai sistem nasional sehingga berwawasan kesehatan. Dalam arti sistem-sistem nasional tersebut berkontribusi positip terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan.
3)      Kedudukan SKN terhadap Sistem Kesehatan Daerah (SKD)
Untuk menjamin keberhasilan pembangunan kesehatan di daerah perlu dikembangkan Sistem Kesehatan Daerah (SKD). Dalam kaitan ini kedudukan SKN merupakan suprasistem dari SKD. SKD menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. SKD merupakan acuan bagi berbagai pihak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
4)      Kedudukan SKN terhadap berbagai sistem kemasyarakatan termasuk swasta
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. Di pihak lain, berbagai sistem kemasyarakatan merupakan bagian integral yang membentuk SKN. Dalam kaitan ini SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Sebaliknya sistem nilai dan budaya yang hidup di masyarakat harus mendapat perhatian dalam SKN. Keberhasilan pembangunan kesehatan juga ditentukan oleh peran aktif swasta. Dalam kaitan ini potensi swasta merupakan bagian integral dari SKN. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan perlu digalang kemitraan yang setara, terbuka dan saling menguntungkan dengan berbagai potensi swasta. SKN harus dapat mewarnai potensi swasta sehingga sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.
3.3.6  Subsistem SKN
Sesuai dengan pengertian SKN, maka subsistem pertama SKN adalah upaya kesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi Bangsa Indonesia. Penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan tersebut memerlukan dukungan dana, sumber daya manusia, sumber daya obat dan perbekalan kesehatan sebagai masukan SKN. Dukungan dana sangat berpengaruh terhadap pembiayaan kesehatan yang semakin penting dalam menentukan kinerja SKN. Mengingat kompleksnya pembiayaan kesehatan, maka pembiayaan kesehatan merupakan subsistem kedua SKN.
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karenanya sumberdaya manusia kesehatan juga sangat penting dalam meningkatkan kinerja SKN dan merupakan subsistem ketiga dari SKN. Sumber daya kesehatan lainnya yang penting dalam menentukan kinerja SKN adalah sumber daya obat dan perbekalan kesehatan.
Permasalahan obat dan perbekalan kesehatan sangat kompleks karena menyangkut aspek mutu, harga, khasiat, keamanan, ketersediaan dan keterjangkauan bagi konsumen kesehatan. Oleh karena itu, obat dan perbekalan kesehatan merupakan subsistem keempat dari SKN. Selanjutnya, SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai obyek pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subyek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Sehubungan dengan itu, pemberdayaan masyarakat merupakan subsistem kelima SKN.
Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi, integrasi, sinkronisasi serta penyerasian upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Berhasil atau tidaknya pembangunan kesehatan ditentukan oleh manajemen kesehatan. Oleh karena itu manajemen kesehatan merupakan subsistem keenam SKN.Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa SKN terdiri dari enam subsistem, yakni:
·         Subsistem Upaya Kesehatan
·         Subsistem Pembiayaan Kesehatan
·         Subsistem Sumberdaya Manusia Kesehatan
·         Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan
·         Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
·         Subsistem Manajemen Kesehatan
3.3.7  Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat continue dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental dan social, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan.
Ciri-ciri masyarakat sehat:
1)      Adanya peningkatan kemampuan dari masyarakat untuk hidup sehat
2)      Mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya peningkatan kesehatan (health promotion), pencegahan penyakit (health prevention), penyembuhan (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative health) terutama untuk ibu dan anak.
3)      Berupaya selalu meningkatkan kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup.
4)      Selalu meningkatkan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan status social ekonomi masyarakat
5)      Berupaya selalu menurunkan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit.
a)      Indicator Yang Berhubungan Dengan Derajat Kesehatan Masyarakat.
10 Indikator menurut Sistem Kesehatan Nasional (yang di ambil dari 12 indikator menurut H.L.Blum)
1.      Life span
Lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat atau dapat juga di pandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua
2.      Disease or infirmity
Keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari masyarakat
3.      Discomfort or illness
Keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatic, kejiwaan, maupun social dari dirinya.
4.      Disability or incapacity
Ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan peran sosialnya karena sakit
5.      Participation in health care
Kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dirinya agar selalu dalam keadaan sehat
6.      Health behavior
Perilaku nyata dari anggota masyarakat yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan
7.      Ecologic behavior
Perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidupnya terhadap spesies lain, sumber daya alam, dan ekosistem
8.      Sosial behavior
Perilaku anggota masyarakat terhadap sesame, keluarga, komunitas dan bangsanya.
9.      Interpersonal relationship
Kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap sesamanya
10.  Reserve or positive health
Daya tahan anggota masyarakat terhadap penyakit atau kapasitas anggota masyarakat dalam menghadapi tekanan – tekanan somatic, kejiwaan, dan social
11.  External satisfaction
Rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan sosialnya. Meliputi : rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi dan sarana pelayanan kesehatan yang ada
12.  Internal satisfaction
Kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan dirinya sendiri
b)      Indikator derajat kesehatan masyarakat secara umum dapat dilihat dari:
1.      Usia harapan hidup ( life expectiancy)
Usia harapan hidup  diharapkan semakin meningkat pada tahun 1967 (45 tahun), tahun 1980 (50 tahun), tahun sekarang 2000 sekurang – kurangnya menjadi usia 60 tahun. Sedangkan pada tahun 2001 menjadi 66,2 tahun dan tahun 2010 diharapkan menjadi 67,9 tahun
2.      Angka kematian bayi (infant mortality) dan balita menurun.
Pada tahun 1980 angka kematian bayi sekitar 100/1.000 kelahiran hidup, di harapkan pada tahun 2000 menjadi setinggi – tingginya 45/1.000 kelahiran hidup dan tahun 2001 diharapkan menjadi turun 35/1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita menurun dari 40/1.000 balita dan menjadi setinggi – tingggi 15/1.000 anak balita pada tahun 2000
3.      Angka kematian ibu melahirkan (maternal mortality rate). Angka kematian ibu melahirkan di harapkan menurun dari 334 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup
4.      Tingkat kecerdasan penduduk.
Hal ini dapat di ukur dengan tingkat tingkat pendidikan golongan wanita, di mana diharapkan terjadi penurunan angka buta huruf dari sekitar 50% pada tahun 1977 menjadi sekitar 25 % pada tahun 2000
5.      Bayi lahir.
Bayi yang di lahirkan dari ibu dengan berat badan 2500 gram atau kurang, turun menjadi setinggi – tingginya 7 % pada tahun 2000
6.      Angka kesakitan (morbiditas)
§  Angka kesakitan yang di sebabkan oleh kuman penyebab diare menurun dari 400/1.000 penduduk menjadi setinggi – tingginya 200/1.000 penduduk pada tahun 2000
§  Angka kesakitan yang di sebabkan penyakit tuberculosis paru menurun dari 3/1.000 penduduk, menjadi 2/1.000 penduduk pada tahun 2000. Indonesia tahun 2008 menempati urutan ke-3 dunia untuk banyaknya kasus tuberculosis paru yang di temukan dan urutan pertama dunia untuk angka kematian terbanyak akibat penyakit menular
§  Angka kesakitan penyakit tetanus neonatorum berkurang sampai 25% dari 11/1.000 kelahiran pada tahun 1980 menjadi 1/1.000 kelahiran pada tahun 2000
§  Angka kesakitan penderita kelainan jiwa (psikosis) dapat di pertahankan ada rasio 1 -3 / 1.000 penduduk dan jumlah penderita gangguan jiwa yang relatif ringan / neurosa dan gangguan perilaku pada rasio 20 – 60/ 1.000 penduduk
Namun, status kesehatan ini masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh negara – negara ASEAN lainnya meskipun Indonesia telah mencanangkan berbagai komitmen global seperti pencapaian sasaran millennium development goal pada tahun 2010.
c)      Indikator yang berhubungan dengan upaya kesehatan
1.      Angka cakupan imunisasi untuk anak – anak di bawah usia 14 bulan meningkat dari 40% pada tahun 1980 menjadi 80% pada tahun 2000
2.      Angka cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 40% menjadi 80% pada tahun 2000
3.      Angka cakupan penyediaan air bersih meningkat dari 18% penduduk pedesaan dan 40% penduduk kota pada tahun 1980 menjadi 100% pada tahun 2000
d)     Indikator yang menyatakan derajat kesehatan masyarakat sehat menurut WHO
1.      Indikator yang berhubungan dengan keadaan status kesehatan masyarakat, yang meliputi:
·         Indicator komprehensif, yaitu angka kematian kasar atau CDR (Crude Date Rate) menurun, rasio angka kematian (mortalitas) proposional menurun dan usia harapan hidup meningkat (life expectancy rate)
·         Indicator spesifik, yaitu angka kematian ibu dan anak menurun, angka kematian karena penyakit menular menurun serta angka kelahiran menurun
2.      Indikator pelayanan kesehatan yang meliputi :
·         Rasio antara tenaga kesehatan dan jumlah penduduk seimbang
·         Distribusi tenaga kesehatan merata
·         Informasi lengkap tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain
·         Informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehatan di antaranya rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, poliklinik dan pelayanan kesehatan lainnya
3.4  MDGs (MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS)
3.4.1  Definisi
Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tangga 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals).
Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani  penyelesaian terkait dengan  isu-isu yang  sangat  mendasar   tentang pemenuhan  hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu :
3.4.2  MDGs di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang mesti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum. Hal ini berarti Indonesia harus berusaha mencapai target-target yang telah ditentukan pada kesepakatan tersebut pada 2015 mendatang. Untuk mencapai tujuan MDGs tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah (nasional dan lokal), kaum akademika, media, sektor swasta, komunitas donor, dan masyarakat sipil.


1)      Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan
Pada tahun 1990, 15,1% penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan ekstrim. Jumlahnya saat itu mencapai 27 juta orang. Saat ini proporsinya sekitar 7,5% atau hampir 17 juta orang. Pada tingkat nasional, dengan usaha yang lebih keras, Indonesia akan dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada 2015, jika tingkat pendapatan masyarakatnya meningkat terutama pada masyarakat miskin. Tingkat pendapatan masyarakat miskin di Indonesia akan meningkat dengan peningkatan kesempatan kerja dan pengembangan usaha.
Dalam usaha penanggulangan kemiskinan dan pengangguran yang dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, kebijakan pemerintah mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Dan salah satu upaya yang ditempuh untuk menanggulangi kemiskinan adalah usaha Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).
2)      Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
Target MDGs kedua adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua pada 2015. Ini artinya bahwa semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Kebijakan ini terbukti telah meningkatkan akses untuk pendidikan SD. Akan tetapi, masih banyak anak usia sekolah di pelosok negeri yang belum dapat menyelesaikan SD-nya. Bahkan di perdesaan, tingkat putus sekolah dapat mencapai 8,5%. Kualitas pendidikan di Indonesia selama ini masih perlu ditingkatkan dan manajemen pendidikan juga kurang baik.
Untuk meningkatkan tingkat pendidikan di Indonesia, pemerintah mendukung program wajib belajar 9 tahun melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tahun 2009, dana BOS diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari – Desember 2009 dengan total: SD/SDLB di kota sebesar Rp.400.000,-/siswa/tahun sedangkan di kabupaten Rp. 297.000,-/siswa/tahun. Dengan program BOS, diharapkan pendidikan dasar di Indonesia dapat terjangkau bagi semua.
3)      Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan
Pada pasal 27 UUD 1945 telah dijamin kesetaraan hak bagi seluruh penduduk Indonesia – laki-laki maupun perempuan sehingga Indonesia telah mencapai kemajuan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Program Wajib belajar 9 tahun telah membawa dampak positif dalam pengurangan kesenjangan dalam dunia pendidikan. Rasio antara partisipasi murid laki-laki dan perempuan, baik partisipasi bersih maupun kotor, sudah hampir mencapai 100% di seluruh tingkat pendidikan. Akan tetapi, keberhasilan ini masih perlu ditingkatkan, terutama untuk kelompok usia yang lebih tua. Masih terdapat kesenjangan dan anggapan yang salah dalam konteks peranan dan gender di masyarakat. Persepsi yang salah ini hampir terjadi di semua aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan (kesempatan dan kesetaraan imbalan) hingga di bidang politik. Proporsi perempuan dalam pekerjaan non-pertanian relative stagnan, begitu pula dengan keterwakilan perempuan di parlemen, yang masing-masing masih berkisar pada 33% dan 11%.
4)      Mengurangi Tingkat Kematian Anak
Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan oleh MDGs ( MDGs menargetkan angka kematian bayi dan balita 65/1000 kelahiran hidup) yaitu, Angka Kematian Balita (AKBA) menurun dari 97/1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 menjadi 46/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000; Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 68/1000 kelahiran menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 1999.  Pada umumnya kematian bayi dan balita disebabkan oleh infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningitis), typhus dan encephalitis juga menjadi penyebab kematian.
Indonesia sedang mencanangkan Program Nasional Anak Indonesia yang menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama untuk anak dan balita karena UU no 23 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka.
5)      Meningkatkan Kesehatan Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 400/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 307/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Angka tersebut masih jauh dari target Nasional pada tahun 2015 yaitu 124/100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu adalah pendarahan (28% dari total kematian ibu); ekslampia/gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan (13% dari total kematian ibu); partus lama dan infeksi (9% dari total kematian ibu); aborsi yang tidak aman (11% dari total kematian ibu); sepsis, penyebab lain kematian ibu karena kebersihan dan hygiene yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit akibat hubungan seks yang tidak terobati (10% dari total kematian ibu).
Kompikasi persalinan menurun apabila persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di lingkungan yang hygiene dengan sarana yang memadai. Menurut data Susenas terjadi peningkatan proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 41% pada tahun 1990 menjadi 68% pada tahun 2003. Sedangkan target Nasional pada tahun 2010 adalah 90%. Selain itu, angka pemakaian kotrasepsi pada pasangan usia subur juga menjadi indikator peningkatan kesehatan ibu. Angka pemakaian kontrasepsi pada usia subur dilaporkan meningkat dari 50% pada tahun 1990 menjadi 54% pada tahun 2002.
6)      Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya
Penurunan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya mendapat perhatian yang besar dalam MDGs bidang kesehatan. Di Indonesia, sampai akhir September 2003, tercatat 1239 kasus AIDS dan 2685 kasus HIV positif. Para ahli memperkirakan hingga saat ini terdapat 90.000-130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV. Pola penyebarannya lewat hunbungan seksual dan napza suntik. Di Jakarta terjadi peningkatan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15% pada tahun 1999 menjadi 47,9 pada 2002. Selain itu, Di Jakarta Utara menunjukkan prevalensi HIV dikalangan ibu hamil mengalami peningkatan dari 1,5 % pada tahun 2000 menjadi 2,7 pada tahun 2001.
Selain HIV/AIDS, Malaria juga menjadi penyakit yang harus berantas. Hampir separuh dari penduduk Indonesia tinggal di daerah endemic malaria. Rata-rata prevalensi malaria diperkirakan 850/100.000 penduduk, dengan angka tertinggi di Gorontalo, NTT, dan Papua. Angka kematian spesifik karena malaria diperkirakan 10/100.000 penduduk.
Kemudian, Indonesia menempati urutan ke tiga kasus Tuberkulosis (TB). Penyakit TB merupakan penyakit kronik, melemahkan tubuh dan sangat menular. Penyembuhan memerlukan diagnosis akurat melalui pemeriksaan mikroskopis, pengobatan jangka panjang dengan konsumsi obat anti Tb yang rutin. Dilaporkan dalam 100.000 penduduk terdapat 271 yang menderita TB dengan 122 diantaranya BTA positif. Angka Kematian Spesifik karena TB adalah 68/100.000 penduduk.  Pada tahun 2001 penderita yang menyelesaikan pengobatan lengkap dan sembuh adalah 85,7 %. Namun, kelangsungan berobat pada penderita TB tidak hanya detentukan oleh kepatuhan berobat, tetapi juga ketersediaan obat yang tidak teputus di fasilitas kesehatan. Survey pada tahun 2000 terhadap stok obat anti TB di fasilitas kesehatan menunjukkan angka kehabisan stok bervariasi antara 2-8%.
7)      Memastikan Kelestarian Lingkungan
Di Indonesia ancaman terhadap hutan hujan semakin menjadi-jadi, apalagi pada era desentralisasi dan otonomi daerah lebih banyak lagi hutan yang dieksploitasi, pembalakan liar semakin menjadi-jadi dan batas kawasan lindung sudah tidak diperdulikan lagi. Panyebab utamanya adalah lemahnya supremasi hukum dan kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai tujuan pembangunan jangka panjang dan perlindungn biosfer.
Akses dan ketersediaan informasi mengenai sumberdaya alam dan lingkungan merupakan aspek yang perlu ditingkatkan. Program yang seperti ini dapat membantu memperkaya pengetahuan dan wawasan kelompok masyarakat yang hidup di daerah perdesaan dan daerah terpencil mengenai pentingnya perlindungan terhadap lingkungan. Hal ini tidak tertutup harus diketahui juga oleh kaum bisnis dan masyarakat kota yang semakin tidak peduli akan lingkungan. Selain itu, Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh PDAM sebagian ternyata tidak memenuhi persyaratan air minum aman yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Masalah ini disebabkan oleh kualitas jaringan distribusi dan perawatan yang tidak baik yang menyebabkan terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu, promosi lingkungan juga harus disandingkan dengan promosi mengenai kesehatan dan kebersihan, sehingga masyarakat akan lebih mengerti petingnya air bersih dan dapat berpartisipasi aktif menjaga dan merawat fasilitas air bersih yang ada.
Berdasarkan data terakhir yang tersedia, akses masyarakat secara umum terhadap fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampaknya sanitasi tidak menjadi prioritas utama pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, badan legislative maupun sektor swasta. Hal ini tampak dari relatif kecilnya anggaran yang disediakan untuk sanitasi. Oleh karena itu, kampanye mengenai pentingnya sanitasi juga perlu dilakukan kepada pemerintah, pembuat kebijakan, dan badan legislatif, termasuk juga kapada masyarakat. Diperlukan investasi dan prioritisasi yang lebih besar untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi untuk masyarakat di seluruh Indonesia.
8)      Mengembangkan Kemitraan untuk Pembangunan
Tujuan kedelapan berisikan aksi yang harus dilakukan oleh negara maju kepada negara berkembang untuk mencapai Tujuan 1-7 MDGs. Konsensus Monterrey  yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional tentang Pembiayaan untuk Pembangunan tahun 2002, dipandang sebagai unsur kunci tujuan delapan MDGs. Konsensus tersebut berintikan kebebasan perdagangan, aliran dana swasta, utang, mobilisasi sumberdaya domestic dan hibah untuk pembangunan. Faktanya, investasi dalam bidang kesehatan publik adalah investasi yang non-profit, hibah menjadi penting, terutama di sektor kesehatan.



BAB 4
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Sistem pelayanan kesehatan di indonesia meliputi pelayanan rujukan. Indonesia sehat 2010 merupakan program dunia visi bangsa untuk meningkatkan kesehatan bangsa, menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasi populasi beresiko dan untuk mengembangkan strategi pencegahan bahwa alamat berbasis populasi kebutuhan. Sehat 2010 mengidentifikasi strategi nasional untuk meningkatkan rentang kehidupan haelthy antara Amerika, mengurangi kesenjangan kesehatan, mencapai acces universal terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat, dan meningkatkan ketersediaan informasi kesehatan terkait (USDHHS, 2000). Untuk mewujudkan sehat 2010, diprogramkan juga MDGs (millennium development goals), dengan berbagai tujuan.
4.2  Saran
1.      Bagi perawat komunitas
Bagi perawat komunitas, perlu memahami tentang konsep pelayanan kesehatan yang sesuai dengan aturan pelayanan kesehatan sehingga dapat melakukan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu.
2.      Bagi klien
Untuk klien serta keluarga agar dapat secara mandiri berpartisipasi, meningkatkan dan memelihara kesehatan dan perilaku, agar tujuan dari program pembangunan kesehatan bisa berjalan dengan semestinya
3.      Bagi institusi pendidikan
Pendidikan terhadap pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan komunitas, dengan harapan institusi pendidikan mampu mengajarkan cara memberikan pelayanan asuhan keperawatan komunitas sesuai standart asuhan keperawatan dan kode etik















DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayanti dan Bambang. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, Wahid Iqbal. (2005).Pengantar Ilmu Komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Modul Indonesia Sehat 2010. Jakarta
Stone,Clemen, Mc Guire and Elgsti. (2002). Comprehensive Community Health Nursing. USA :Mosby.inc.
Stanhope, Marcia, Jeanette Lancaster. (2004). Community & Public Health Nursing. USA: Mosby,inc.