Kamis, 17 Mei 2012

askep kegawadaruratan psikiatri


KONSEP KEGAWADARURATAN PSIKIATRI
2.1  Pengertian Kegawadaruratan psikiatri
Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan. Unit Gawat Darurat Adalah tempat/unit di RS yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus & peralatan yang memberikan pelayan pasien gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan pasien dengan gawat darurat yang terorganisir.
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
2.2  Macam – macam kegawatan psikiatri
2.2.1        Gaduh- Gelisah
Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan kedalam golongan kedaruratan psikiatri, bukan karena frekuensinya yang cukup tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk orang lain dan barang-barangnya. Tidak jarang seseorang yang gaduh gelisah dibawa ke rumah sakit. Yang mengantarnya sering tidak sedikit dan biasanya ialah anggota keluarganya dan sering mereka juga bingung dan gelisah.
A.    Gejala gaduh-gelisah
Keadaan gaduh gelisah biasanya timbul akut atau sub akut. Gejala utama ialah psikomotorik yang sangat meningkat. Orng itu banyak sekali berbicara, berjalan mondar mandir, tidak jarang ia berlari-lari dan meloncat-loncat bila keadaan itu berat. Gerakan tangan dan kaki serta ajuk (mimic) dan suaranya ceat dan hebat. Mukanya kelihatan bingung, marah-marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses berpikir yang tidak realistic lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdaat waham curiga. Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan (terutama pada sindroma otak organic yang akut) dan halusinasi endengaran (terutama pada skizofrenia).
Karena gangguan proses berikir ini, serta waham curiga dan halusinasi (lebih-lebih bila halusinasi itu menakutkan), maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan gaduh. Ia bersikap bermusuhan dan mungkin menjadi agresif dan destruktif. Karena itu semua, maka ia menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungannya. Ia dapat melukai diri sendiri atau mengalami kecelakaan maut dalam kegelisahan yang hebat itu. Jika waham curiganya keras atau halusinasinya sangat menakutkan, maka ia dapat menyerang orang lain atau merusak barang-barang disekitarnya.
Bila orang dalam keadaan gaduh gelisah tidak dihentikan atau dibuat tidak berdaya oleh orang-orang disekitarnya untuk mengamankan si pasien dan lingkungannya, maka ia akan kehabisan tenaga dengan segala akibatnya atau ia meninggal karena kecelakaan. Tergantung pada gangguan primer, maka kesadaran data menurun secara kuantitatif (tidak compos mentis) dengan amnesia sesudahnya (seperti pada sindroma otak yang akut) atau kesadaran itu tidak menurun akan tetapi tidak normal, kesadaran itu berubah secara kualitatif. Seerti pada semua psikosa, maka individu dalam keadaan gaduh gelisah ini sudah kehilangan kontak dengan kenyataan:proses berpikir, afek-emosi, psikomotor dan kemauannya sudah tidak sesuai lagi dengan realitas.
B.     Sebab gaduh gelisah
Keadaan gaduh gelisah bukanlah merupakan suatu diagnose dalam arti kata yang sebenarnya, akan tetapi hanya menunjuk kepada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala tertentu pula. Keadaan ini bisa disebabkan oleh bermacam-macam yang harus ditentukan tiap kali pada setiap pasien. Istilah keadaan gaduh gelisah hanya dapat dipakai sebagai pemerian sementara tentang suatu gambaran psikopatologik dengan ciri-ciri utama seperti dicantumkan ada namanya, yaitu gaduh dan gelisah. Biasanya gaduh gelisah manisfestasi dari pada:
·         Psikosa yang berhubungan dengan sindroma otak organic yang akut
Pasien dengan keadaan gaduh gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak organic akut menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan delirium. Istilah sindroma otak organic menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah. Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu mungkin terdapat di otak sendiri dan karenanya mengakibatkan kelainan  patologik-anatomik. Secara mudah dapat dikatakan bahwa ada sindroma otak organic yang akut biasanya terdapat kesadaran yang menurun, pada sindrom otak organic yang menahun biasanya terdapat demensia,. Akan tetapi data daja menimbulkan psikosa ataupun gaduh gelisah.
·         Psikosa fungsional ; psikosa relative, skizofrenia, psikosa manik-depresi jenis mania
Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah itu merupakan manifestasi suatu psikosa fungsional, yaitu psikosa yang tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada sindroma otak organic.
·         Amok
Keadaan gaduh gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh factor-faktor social budaya, karena itu PPDGJ 1 memasukkan kedalam kelompok” Keadaan yang terikat pada kebudayaan setempat” (culture bound phenomenon). Efek malu memegang peranan penting. Biasanya seorang pria sesudah periode “meditasi” atau tindakan ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mengamuk. Ia menjadi sangat agresif dan destruktif.
C.     Keadaan gaduh gelisah lain
1)      Serangan kecemasan akut dan panic mungkin saja terjadi pada orang yang normal bila nilai ambang frustasinya mendadak dilampaui, misalnya kecemasan dan panic sewaktu kebakaran, kecelakaan masala tau bencana. Sebagian besar orang-orang ini lekas menjadi tenang kembali, bila perlu diberikan pengobatan suportif seerti berbicara dengan tenang, istirahat, tranquilaizer serta makanan dan minuman.
2)      Kebingungan post konvulsi, tidak jarang terjadi sebuah konvulsi karena epilepsy grandmall atau sesudah terapi konvulsi elektrokonvulsi. Pasien menjadi gelisah atau agresif. Keadaan ini berlangsung beberapa menit dan jarang lebih lama dari 15 menit. Pasien dikendalikan dengan dipegang saja dan dengan kata-kata yang menentramkan. Bila ia masih tetap bingung dan gelisah, maka perlu diberi diazeapam atau penthotal secara intravena untuk mengakhiri keadaan bingungnya..
3)      Reaksi disosiasi atau keadaan fugue memperlihatkan pasien dalam keadaan bingung juga. Keduanya merupakan jenis nerosa histerik yang disebabkan oleh konflik emosional. Kesadaran pasien menurun, ia berbicara dan berbuat sesuai seperti dalam keadaan mimpi, sesudahnya terdapat amnesia total.
4)      Ledakan amarah tidak jarang timbul pada anak kecil. Mereka menjadi binggung dan marah tidak karuan. Penyebabnya sering terdaat pada hubungan dengan dunia luar yang dirasakan begitu menekan sehingga tidak dapat ditahan lagi dan anak kecil itu bereaksi dengan caranya sendiri.

Pengobatan penderita gaduh gelisah di Pusat Kesehatan Masyarakat atau di Rumah Sakit Umum Kabupaten dapat saja dilakukan seperti pada bagan dibawah ini.
Seorang yang gaduh gelisah

Menghadapi dengan tenang
Menenangkan dengan kata-kata sedapat dapatnya, diamankan

Menentramkan keluarga/pengantar

Memeriksa badaniah sedapat-dapatnya

Terdapat kelainan intern/nerologik                   tidak terdapat kelainan intern/nerologik

Perawatan/penjagaan yang baik                                  perawatan/penjagaan yang baik
Obat kelainan intern/nerologik :
Etiologic
simtomatik
 
Obat gejala psikiatrik:
neuroleptika
 
Obati gangguan psikiatrik:
*neuroleptika
*tranquilaizer
*psikoterapi suportip
*terapi ECT
 
 







D.    Terapi dan Pengobatan gaduh-gelisah
Terapi terhadap Underlying disease merupakan tatalaksana saat ini yang menentukan pendekatan apa yang kita gunakan, antara lain :
·         .Perawatan terhadap keadaangaduh gelisah termasuk delirium dan gangguan mental organik. 
·         Fiksasi pada tempat tidur dandibuat ruangan tersendiri adalah tindakan yang sangat membantu.
·         Lampu yang cukup terang
·         orientasi dipertahankandengan adanya jam dan kalender 
·         didampingi oleh kerabatterdekat merupakan lingkungan yang mempercepat perbaikan.
·         Pada keadaan primer psikitri,anti psikotik dan atau anti anxietas mempunyai dampak yang sangat baik
Kemudian ditunjang lingkungan yang tidak merangsang, serta psikoterapi dasar dan psikoeducation diperlukan untuk mengurangi keadaan gaduh gelisah. Pada gangguan kepribadian membutuhkan kombinasi dari supportiveand basic cognitive psykotherapies and firm limit setting. Keterlibatan penegak hukum dalam hal ini kepolisian akan sangat membantu pasien untuk tidak melawan dokter. Sedangkan penggunaan obat-obat sedapat mungkin tidak digunakan.
v  Pendekatan Umum Pasien Dengan Gaduh Gelisah
·         Selalu dalam keadaan rendahhati dan tenang.
·         Usahakan tidak menentang pasien, jika hal ini tidak dilakukan maka pasien akan marah dancenderung tetap dalam kondisi gaduh gelisah.
·         Sampaikan pada pasiententang siapa dan apa tugas kita sebagai dokter.
·         Bicara dengan jelas, danhindari kontak mata yang lama.
·         Selalu menjaga jarak 
·         Bersikap empati terutama pada pasien yang merasa kecewa/putus asa.
·         Hati-hati karena wawancara yang dilakukan dapat memicu perilaku kekerasan.
·         Disarankan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan dalam waktu yang singkat.
·         Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang efisien untuk mendapatkan informasi pada keadaan ini. 
·         Bangun kepercayaan dengan pasien.
·         Menawarkan makananataupun minuman akan mempercepat pasien kooperatif.
·         Jika mungkin perkenankan pasien untuk memilih perawatan seperti apa yang diinginkan.
·         Gunakan waktu secara efisien, jika pasien bersedia untuk diambil darah maka lakukan pemeriksaan pemeriksaan sesuai indikasi.
·         Selalulah berfikir bahwa iniadalah kesempatan satu-satunya
Pasien gaduh gelisah membahayakan bagi pasien sendiri dan orang-orangdisekitar oleh karena cara pengambilan keputusan oleh pasien yang lemah. Tujuan utama perawatan adalah membuat pasien tenang dan tidak gaduh gelisah lagi. Pilihan sedian yang ada :
a.       Golongan Phenothiazine
Salah satu obat yang paling banyak dipakai saat ini adalah Chlopromazine (largactil, promactil, ethibernal), yang diberikan dengan dosisawal 50 - 100 mg, dan bila diberikan perenteral, sebaiknya diberikan secara deep intramuscular. Perlu diperhatikan, obat ini mempunyai khasiat hipotensif       (karenanya tidak dianjurkan dalam pemberian intravenous) dan suntikan dapat menyebabkan infiltrat di antara otot (rasa sakit).  Demikian pula sifat epileptogenik dari derivate phenothiazine perlu pula diperhatikan.   Mengingat efek samping yang cukup banyak darichlorpromazine, di Indonesia saat ini juga dijumpai preparat perenteral lainnya seperti fluphenazine (anatensol HCI).  Preparat tersebut saat ini mudah diperoleh, dan dapat diberikan dalam dosis yang relatif lebih rendah : yakni 2,5 - 5 mg yang dapat diberikan dalam bentuk injeksi sebanyak 1 - 2 cc. 
b.      Golongan butyrophenon
Obat-obat yang termasuk golongan ini antara lain Serenace, danHaldol/Haloperidol. FDA tidak menyetujui sedian IV bagi haloperidol, tetapi dapat digunakan bersama Salin untuk mencegah presipitasi dengan Heparindan Phenytoin. Dosis yang diberikan :
-Gaduh gelisah ringan dengan 0.5 mg – 2 mg.
-Gaduh gelisah sedang dimulai dengan 5-10 mg.
-Gaduh gelisah berat memerlukan permulaan 10 mg.
Jika pasien masih gaduh gelisah dapat diberikan kembali tiap 20-30 menit dan dapat ditingkatkan pemberian bolus 75 mg. Haloperidol dapat diberikan secara IV dengan drip dengan dosis rata-rata 10 -20 mg/jam.  Dapat juga digunakan dosis 400-500 mg/hari, dengan dosis awal rendah pada pasien usia tua dan pasien dengan penyakit tertentu. Penggunaan IV lebih jarang terjadi EPS, reaksi distonik, dan akathisia sertahipotensi.
c.       Golongan Thioxanthene
Walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa efek-samping golongan ini kurang menyenangkan, tetapi chlorprothixene yang pernah ada di pasaran Indonesia (Truxal, atau taractan) ternyata cukup efektif dalam menanggulangi pasien gaduh gelisah bila diberi dalam dosis 50 - 100 mg intramuskular. Pada Ruangan Gawat Darurat, pemberian IV biasanya sulit pada keadaan gaduh gelisah, sehingga pasien harus ditenangkan menggunakan sediaan IM ataupun konsentrat.
·         Pilihann I: Haloperidol 5 mg IM/konsentrat dan diulangi 40 menit sampai pasien tenang. Dilanjutkan dengan pemberian 2 mg IM/per oral tiap 4 jam bila perlu. Pengguanaan berikutnya sampai dengan 24 jam.
·         Pilihan II: Kombinasi antipsikotik dan Benzodiazepine mempunyai efek yanglebih rendah. Haloperidol 5 mg IM/konsentrat tiap 30 menit jika perlusampai dengan pasien tenang. Sebagai alternatif Lorazepam 2 mgIM/konsentrat diulangi 30 menit bila perlu sampai pasien tenang.
·         Pilihan III: Chlorpromasin 25 mg IM, jangan pernah memberikan lebih dari 50mg. Karena dapat menyebabkan hipotensi, dan hindarkan penggunaan pada pasien tua.
v  Penggunaan Elektro Convulsive Therapy
Di antara kasus-kasus tertentu, temyata ada yang masih membandelwalaupun kita telah menggunakan dosis yang lebih tinggi. Tidak jarang dosisyang tinggi tadi dapat berakibat toksik dan malahan menyebabkan pasien leblgelisah. Pada kasus yang dulu dikenal sebagai akute-tt5dliche katatonie,disarankan diberikan Block-shock, yakni pemberian ECT sebanyak dua atautiga kali dalam sehari, karena justru terapi ini yang menjadi Drugs of Choice.
Terapi ini dapat diulang pada hari-hari berikutnya selama tiga hari bila diperlukan. Perlu diperhatikan, bahwa :mereka yang tidak mempunyai alat ECT, yang mutakhir, masih dapat pula menggunakan elektrode dari listrik biasa (listrik bolak balik, dengan voltase 70 - 130 volt), dan kedua electrode tersebut diletakkan di kedua pelipis penderita, dan waktu yang dibutuhkan adalah 0,1 - 0,5 detik. (tapi preparasi pun harus dikerjakan dengan baik).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ECT adalah :
·         ECT dapat memperhebat efek hipotensif dari neuroleptika (penyebabnyamasih dipertanyakan). 
·         Akhir akhir ini,   penggunaan ECT memperoleh kecaman yang hebat, khususnya oleh negara-negara maju karena dianggap kurang etis. Tapi pemakaian untuk kasus-kasus psikiatrik yang tepat, misalnya bagi keadaan Psikosis-depresiva, yang disertai agitasi, pemakaian ECT masih dianggap yang paling potensial.
2.2.2        Bunuh Diri (Suicade)
Masalah bunuh diri bukanlah masalah yang baru. Bangsa Indonesia telah mengenalnya sejak zaman dahulu, terbukti dari cerita-cerita wayang, seperti cerita dewi shinta yang membakar dirinya untuk membuktikan kesuciannya pada Rama. Mati seperti inilah dianggap oleh masyarakat sebagai mati terhormat.
Dalam kepustakaan terdaat banyak definisi bunuh diri atau suiside (percobaan bunuh diri, Latin : “tentamen suicide”, inggris: “suicide attempt”). Ada yang menganggap (percobaan)bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh seorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. (percobaan) bunuh diri ialah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis,1998)
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Dewasa ini dikalangan psikiatri memandang bunuh diri sebagai perilaku yang bertujuan mengatasi masalah hidup, suatu perilaku yang”unik manusiawi” dan kultural, yang sesungguhnya bukan berarti pemusnahan diri, melainkan penyelesaian masalah frustasi, enghindaran diri dari segala situasi yang tidak menyenangkan, pernyataan amarah atau kegelisahan, unutk memeroleh keadaan tidur yang damai dan tentram. Lingkungan social juga dapat mengadakan hambatan-hambatan(control social, dengan eraturan dan norma-norma melalui perasaan malu), tetapi juga bisa memudahkan dan menganjurkan bunuh diri bila hal itu dianggap menguntungkan kelompok. Sebaliknya peranan keadaan jiwa juga penting, lebih-lebih dalam masyarakat kita sekarang ini dengan kecenderungan individu menjadi sangat individulistis dan dengan norma-normal social menjadi lemah (control pribadi dengan hati nurani melalui perasaan bersalah dan berdoa menjadi kurang). Itulah antara lain menjadi sebab bahwa jumlah (percobaan) bunuh diri adalah tinggi, terutama dikota-kota besar dengan manusia yang hidup secara sangat individualistis, karena struktur dan kehidupan kota itu sendiri.
A.    Ada macam-macam pembagian bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
a.       Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis yaitu:
1)      Bunuh diri egoistic
Individu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka yang tidak menikah lebuh rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan memunyai integrasi social yang lebih baik daripada daerah erkotaan, sehingga angka suicide juga lebih sedikit.
2)      Bunuh diri altruistic
Individu tidak terikat pada tuntutan tradisi khusus atauun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3)      Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi jika terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhada kebutuhannya. Hal ini menerangakan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih bnayak dari pada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi yang drastic juga lebih muda melakukan percobaan bunuh diri.
b.      Meninger
Meninger melihat 3 komponen pada orang yang melakukan bunuh diri yaitu: adanya keinginan untuk membunuh dan menyerang, untuk dibunuh, dan untuk mati atau menghukum diri sendiri.
c.       Scheidman dan Farberow
Scheidman dan Farberow membagi orang yang melakukan bunuh diri menjadi 4 golongan, yaitu:
1)      Mereka yang percaya bahwa tindakan bunuh diri itu benar, sebab mereka memandang bunuh diri sebagai peralihan menuju ke kehidupan yang lebih baik atau mempunyai arti untuk menyelamatkan nama baiknya.
2)      Mereka yang sudah tua, hal ini ditemukan pada orang yang kehilangan anak, atau cacat jasmaninya, yang menganggap bunuh diri sebagai suatu jalan keluar dari keadaan yang tidak menguntungkan bagi mereka.
3)      Mereka yang psikotik, dan bunuh diri disini merupakan jawaban terhadap halusinasi atau wahamnya
4)      Mereka yang bunuh diri sebagai balas dendam, yang percaya bahwa karena bunuh diri orang lain akan berduka cita dan mereka sendiri akan dapat menyaksikan kesusahan orang lain itu.
Menurut Schneidman dan Farberow (para pendiri Suicide Prevention Center” di Los Angelos) istilah bunuh diri dapat mengandung arti:
1)      Ancaman bunuh diri (Threatened Suicide)
2)      Percobaan bunuh diri (Attempted Suicide)
3)      Bunuh diri yang telah dilakukan (Comitted Suicide)
4)      Depresi dengan niat hendak bunuh diri
5)      Melukai diri sendiri (Self Destruction)
Herbert Hendin  mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh diri sebagai berikut:
a.       Kematian sebagai pelepasan pembalasan (death as retaliatory abandonment)
Suicade dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut dan kematian. Individu mendapat perasaan seakan akan ia data mengontrol dan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kematian ini.
b.      Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (death as retroflexed murder)
Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresi. Orang ini cenderung untuk bertindak kasar dan suicide  dapat merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh.


c.       Kematian sebagai penyatuan kembali (death as reunion)
Kematian dapat mempunyai arti menyenangkan, karena individu itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni khayalan). Lebih sering ditekankan pada rasa puas untuk mengikuti yang telah meninggal itu.
d.      Kematian sebagai hukuman bagi diri sendiri ( death as self punishment)
Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang terjadi pada wanita. Dalam psikodinamika suicide , kehilangan yang berat memainkan peranan penting, misalnya kehilangan kesehatan, kasih saying, uang, pekerjaan, kebanggan, kecantikan, status, kemerdekaan dan teman. Pada umumnya jarang terdapat hanya satu factor pencetus bagi suicide. Pada penganut teori nerofisiologik menganggap bahwa keputusan terakhir untuk melakukan bunuh diri dipengaruhi oleh kelemahan fungsi serebrokortikal, anata lain karena insomnia dan barbituret serta alcohol.
Solomon membagi besarnya resiko bunuh diri dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu, yaitu: tanda-tanda resiko berat dan tanda-tanda bahaya.
1.      Tanda-tanda resiko berat ialah:
a.       Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang bahwa ia ingin mati (anggapan bahwa orang yang mengatakan demikian tidak akan berbuatnya,ternyata keliru)
b.      Adanya depresi dengan gejala rasa salah dan dosa terutama terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat, rasa cemas yang hebat, rasa tidak berharga lagi, sangat berkurangnya nafsu makan, sex dan kegiatan, serta adanya gangguan tidur yang berat.
c.       Adanya psikosa;terutama penderita psikosa impulsive, serta adanya perasaan curiga, ketakutan dan panic. Keadaan semakin berbahaya bila penderita mendengar suara yang memerintahkan membunuh dirinya.
2.      Tanda –tanda bahaya ialah:
a.       Pernah melakukan percobaan bunuh diri (jadi anggapan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri tidak akan berbuat demikian lagi juga keliru). Tempat dan cara percobaan bunuh diri juga penting untuk melihat kesungguhan penderita. Jika percobaan bunuh diri dulu itu dilakukan ditempat yang sepi, sehingga kecil kemungkinan bahwa orang lain dapat menghalangi tindakannya, maka hal ini menandakan keinginan yang besar untuk mati, tetapi bila dilakukan ditempat yang mudah diketahui orang, mungkin keinginan untuk mati itu kecil. Juga cara yang dipakai, bila yang dipilih lebih besar dan lebih menyakitkan maka makin besar niatnya dengan kemungkinan melakukan suicide lagi.
b.      Penyakit yang menahun: penderitan dengan penyakit kronis yang berat dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
c.       Ketergantungan obat dan alcohol: alcohol dan beberapa obat mempunyai beberapa efek melemahkan control dan merubah dorongan(impuls) sehingga memudahkan bunuh diri.
d.      Hipokhondriasis: keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa sebab organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.
e.       Bertambahnya umur: terutama pada pria, bertambahnya umur tanpa pekerjaan atau kesibukan yang berarti dapat menambah perasaan bahwa hidupnya tidak berguna. Tetapi dari beberapa artikel, rupa-rupanya diindonesia paling banyak terjadi bunuh diri antara umur 20-40 tahun.
f.       Pengasingan diri: hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat lagi menolong dan mengatasi depersi yang berat.
g.      Kebanyakan kekayaan: individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan masa depan, mempunyai gairah untuk hidup kurang dari pada yang mempunyai keluarga dan kedudukan social yang lebih berhasil.
h.      Cacatan bunuh diri: setiap catatan bunuh diri hars diangggap sebagai tanda bahaya.
i.        Kesukaran penyesuaian diri yang kronis: individu dengan pergolakan yang lama atau hubungan anatar individu yang tidak memuaskan, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk melakukan suicide.
j.        Tak jelas adanya keuntungan sekunder. Jika ancaman pasien tertuju pada orang tertentu disekitarnya, maka mungkin percobaan bunuh diri bertujuan untuk memanipulasi dan mengharapkan pertolongan, maka resikonya lebih kecil. Jika tidak terdapat keuntungan sekunder yang jelas dan ancamannya, ditujukan benar-benar kepada dirinya, maka resikonya jauh lebih besar.
B.     Tanda-tanda bunuh diri
Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang mungkin terjadi:
1.      Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.
2.       Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
3.      Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.
4.      Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.
5.      Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.
6.      Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan.
7.      Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.
8.      Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.
9.       Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
10.  Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik.
11.  Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan, hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.
C.     Pencegahan dan pengobatan
Yang berhasil bunuh diri tentunya tidak perlu pengobatan lagi, hanya keluarga yang ditinggalkan mungkin perlu diperhatikan, karena kejadian ini menimbulkan stress pada mereka dan ada kecenderungan bunuh diri yang lebih besar diantara orang-orang yang telah berhubungan denga orang yang telah melakukan bunuh diri. Bila ada kesempatan, maka kiranya hal suicide secara umum sebaiknya dibicarakan dengan mereka.
Untuk yang tidak berhasil tindakan apa yang menjadi prioritas atau perhatian utama dalam pengobatan pada permulaan kejadian itu, tergantung terhadap berat ringannya keadaan badan dan jiwa atau kepada gejala-gejala yang paling menonjol. Pada semua kasus bunuh diri egoistic dan anatomic, pemeriksaan dan pengobatan psikitrik mutlak diperlukan.
Bagaiman dengan pencegahan, mungkinkah hal ini? Pertanyaan lain ialah: mengapa kita hendak mencegah orang yang hendak bunuh diri? Tidakkan manusia itu berkuasa dan bertanggung jawab atas dirinnya sendiri? Kalau ia mau mati boleh saja asal jangan merugikan orang lain atau orang lain tidak membantunya dalam hal ini. Orang-orang yang ber Tuhan, pastinya dapat menjawab alas an dan pertanyaan diatas dengan mengemukakan pandangan agama masing-masing. Dari sudut kedokteran juga dapat dikemukakan  bahwa setidak tidaknya orang yang hendak melakukan bunuh diri egoistic maupun anatomic berada dalam keadaan patologis. Mereka semua sedang mengalami ganggguan fungsi mental yang bervariasi dari yang ringan sampai yang berat, karena itu perlu ditolong. Pencegahan bunuh diri altruistic boleh dikatakan tidak mungkin, kecuali bila kebudayaan dan norma-norma masyarakat diubah.
Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian sungguh-sungguh. Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di rumah sakit, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan. Kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis, tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan suicide.
Bila keadaan keracunan dan/atau luka sudah dapat diatasi, maka dilakukan evaluasi psikiatrik. Tidak ada hubungan antara beratnya gangguan badaniah dengan beratnya gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi elektrokonvulsi, obat-obat terutama berupa antidepressant dan psikoterapi.

2.2.3        Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA atau DRUGS didefinisikan sebagai zat-zat yang mempengaruhi jiwa dan tidak digunakan sebagai pengobatan. Sejak tahun 1969, kecenderungan pemakaian drugs semakin bervariasi akibat ditemukannya jenis-jenis drugs baru antara lain: ganja, morfin, kokain, psikotropika, heroin (putaw), ectasy, dan shabu-shabu (amfetamin). Jumlah orang yang menyalahgunakan drugs di Indonesia sekitar 130.000 orang dari 200 juta penduduk Indonesia. Namun dari sejumlah 130.000 ini telah menghabiskan dana negara 390 miliar per hari untuk mengatasi dan memeranginya. Bayangkan jika dana tersebut digunakan untuk alokasi pendidikan atau kesehatan. Tentu semua orang InsyaAllah sudah bisa menikmati pendidikan gratis hingga perguruan tinggi.
Hebatnya lagi, Indonesia sekarang bukan hanya negara importir drugs, namun telah menjadi negara produsen (penghasil) drugs.
Golongan NAPZA (DRUGS)
1. Anti Psikosis (major tranquilizer, neuroleptik)
2. Anti Anxietas (minor tranquilizer psycholeptic)
3. Anti depresan (thymoleptika, pshychic energizeer)
4. Anti Mania (mood modulary, mood stabilizer)
5. Psikotogenik
Yang paling sering digunakan adalah golongan Psikotogenik dengan efek yang ditimbulkan : gangguan/kelainan tingkah laku, halusinasi, ilusi, gangguan cara berfikir, perubahan alam perasaan, dan lama-kelamaan menjadi psikosis (gila). Contoh obat yang sering digunakan antara lain: heroin (putaw), morfin, ganja, shabu-shabu.
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
A.    Jenis NAPZA Yang Disalahgunakan
a)      Narkotika
Narkotika (Menurut UU RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan :
1)      Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
2)      Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh :morfin, petidin).
3)      Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I, seperti  Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis, marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
b)     Psikotropika 
(Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika). Yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :
1)      Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD). 
2)      Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin).
3)      Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
4)       Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
·         Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
·         Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur)  : MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain.
·         Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.

c)       Zat Adiktif Lain
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1)      Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
§  Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
§  Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
§   Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House)
2)      Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
3)      Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
Ø  Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika Golongan I.
Ø  Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
Ø   Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
Ø  Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi tiga golongan :
1)      Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2)      Golongan Stimulan(Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
3)      Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
B.     Penyalahgunaan Dan Ketergantungan
Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah istilah klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemekaian yang bersifat patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik
a.       Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
b.      Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal syamptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”.
c.       Tingkat Pemakaian NAPZA.
v  Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat.
v  Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang lebih berat.
v  Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaaqn, dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.
v  Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
v  Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat.
C.      Penyebab Penyalahgunaan Napza
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut :
a.       Faktor individu :
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :
§  Cenderung membrontak dan menolak otoritas
§  Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti
§  Depresi,Ccemas, Psikotik, Kkeperibadian dissosial.
§  Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
§  Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negative
§   (low self-esteem)
§  Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
§  Mudah murung,pemalu, pendiam
§  Mudah merasa bosan dan jenuh
§  Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
§  Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
§  Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambing keperkasaan dan kehidupan modern.
§  Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
§   Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
§  Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit  mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
§  Kemampuan komunikasi rendah
§  Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
§  Putus sekolah
§  Kurang menghayati iman kepercayaannya
b.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :
1)      Lingkungan Keluarga
§  Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
§  Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
§   Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
§  Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
§  Orang tua otoriter atau serba melarang
§  Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
§  Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
§  Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
§  Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
§  Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
§  Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
2)      Lingkungan Sekolah
§  Sekolah yang kurang disiplin
§  Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
§  Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
§  Adanya murid pengguna NAPZA
3)      Lingkungan Teman Sebaya
§  Berteman dengan penyalahguna
§  Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
4)       Lingkungan masyarakat/social
§  Lemahnya penegakan hokum
§  Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
c.       Faktor Napza
§  Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
§  Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba
§  Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidur-kan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. Penyalahguna NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA
D.    Deteksi Dini Penyalahgunaan Napza
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :
a.       Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut jugaPotential User (calon pemakai, golongan rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Ø  Anak
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA antara lain :
o   Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
o   Anak yang sering sakit
o   Anak yang mudah kecewa
o   Anak yang mudah murung
o   Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
o   Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
o   Anak dengan IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
Ø  Remaja
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
o   Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negative
o    Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
o    Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
o    Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya
o    Remaja yang cenderung memberontak
o    Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
o    Remaja yang kurang taat beragama
o   Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
o   Remaja dengan motivasi belajar rendah
o   Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
o   Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pemalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan  jenis).
o   Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
o   Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
Ø  3)      Keluarga
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
o   Orang tua kurang komunikatif dengan anak
o   Orang tua yang terlalu mengatur anak
o   Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
o   Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
o   Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
o   Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar-salah yang jelas
o   Orang tua yang tidak dapat menjadikan dirinya teladan
o   Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
E.      Gejala Klinis Penyalahgunaan Napza
a)      Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :
*      Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga.
*       Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
*      Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun.
*      Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
*      Bila mengkonsumsi alkohol: Pemakaian jangka panjang dan overdosis justru menurunkan fungsi otak akibat dirangsang terus menerus dan terjadi pembiusan otak, Hati (liver) menjadi berlemak dan rusak (sirosis hepatis), Kerusakan ginjal, pancreas, Adiksi, Kematian, bisa terjadi dalam jangka waktu singkat maupun panjang.

b)      Perubahan Sikap dan Perilaku
*      Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering  membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
*      Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau tempat  kerja.
*      Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu lebih dulu.
*      Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah.
*      Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian menghilang.
*      Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
*      Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia

F.       Tujuan Terapi Dan Rehabilitasi
Tujuan dari Intervensi dan Penatalaksanaan Penggunaan NAPZAUmumnya tujuan terapi ketergantungan napza adalah sebagai berikut :
1)      Abstinensia atau penghentian total penggunaan napza.
Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal, namun sebagian besar pasien tidak mampu atau tidak bermotivasi untuk mencapai sasaran ini, terutama pasien-pasien pengguna awal. Usaha pasien untuk mempertahankan abstinensiatersebut dapat didukung dengan meminimasi efek-efek yang langsung ataupuntidak langsung akibat penggunaan napza. Sedangkan sebagian pasien lainmemang telah sungguh-sungguh abstinen terhadap salah satu napza, tetapikemudian beralih menggunakan jenis napza yang lain.
2)      Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps.
Tujuan utamanya adalah mencegah relaps. Bila pasien pernah menggunakansatu kali saja setelah abstinensia, maka ia disebut “slip” . Bila ia menyadarikekeliruannya, dan ia memang telah dibekali keterampilan untuk mencegahpengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinen. Program pelatihan ketrampilan mencegah relaps(relapse prevention program),terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy),opiate antagonist maintenance therapy dengan naltrexone merupakanbeberapa alternatif untuk mencapai tujuan terapi jenis ini.
3)      Memperbaiki fungsi psikologi, dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan metadon, syringe exchange program merupakan pilihan untuk mencapai tujuan terapi jenis ini. Terapi medik ketergantungan napzamerupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan terapi perilaku. Meskipuntelah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat dalam terapiketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat kompleks), narnun upaya penyembuhan ketergantungan napza dalam konteksmedik tetap selalu diupayakan.Seperti diketahui, terapi medik ketergantungan napza terdiri atas dua faseberikut: Detoksifikasi, Rumatan (maintenance, pemeliharaan, perawatan)
G.    Penatalaksanaan Umum Kondisi Kegawatdaruratan Penggunaan NAPZA:
ü  Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melaluiprosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital.
ü  Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akanada interaksi dengan zat yang digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan pasiensudah diketahui, obat dapat diberikandengan dosis yang adekuat.
ü  Merupakan hal yang selalu penting untuk memperoleh riwayat penggunaan zat sebelumnya baik melalui auto maupun alloanamnesa (terutama denganpasangannya). Bila pasien tidak sadar perhatikan alat - alat atau barang yang adapada pasien.
ü  Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang pentingkhususnya bila berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik 
ü  Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau kembali besaran masalah penggunaan zat pasien berdasar kategori dibawah ini:
·         Pasien dengan penggunaan zat dalamjumlah banyak dan tanda-tanda vitalyang membahayakan berkaitan dengan kondisi intoksikasi. Kemungkinanakan disertai dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akantetapi kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasimereda.
·         Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putuszat yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan ataupsikotik hal itu merupakan bagian dari gejala putus zat.
·         Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkangejala putus zat yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejalakebingungan seperti pada kondisi delirium atau demensia. Dalamperjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejalaini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium 

















BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Kedaruratan psikiatri dibagi dalam beberapa bagian diantaranya ialah bunuh diri,gaduh atau gelisah dan penyalahgunaan napza. Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, Keperawatan Jiwa,2007). Secara garis besar bunuh diri dapat dibagi menjadi 3 kategori  besar yaitu;
1.     Upaya bunuh diri (Suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian
2.      Isyarat bunuh diri (Suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3.     Ancaman bunuh diri (Suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri
Setiap orang yang ingin melakukan prilaku bunuh diri biasanya melewati beberapa rentang ataupun tahap-tahapan diantaranya: Suicidal ideation, Suicidal intent, Suicidal threat, Suicidal gesture, Suicidal attempt dan suicide.
Sementara itu gaduh/gelisah merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan : banyak bicara, mondar-mandir,lari-lari,loncat-loncat,destruktif dan bingung. Hal ini di sebabkan oleh : Gangguan mental organik (delirium), psikosis fungsional, amok, gangguan panic, kebingungan post konvulsi, reaksi disosiatif dan  ledakan amarah (temper tantrum).
Kedaruratan psikiatri yang ke tiga ialah penyalahgunaan napza. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA diantaranya ialah : factor individu, faktor lingkungan dan faktor NAPZA itu sendiri.
3.2  Saran
Seyogyaanya perilaku bunuh diri, gelisah/gaduh dan penyalahgunaan NAPZA dapat di cegah atau dihindarkan dengan beberapa cara diantaranya :
1.      Selalu berfikiran positif akan segala hal
2.      Selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa
3.      Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang positif
4.      Jangan mencoba-coba sesuatu yang tidak baik.










DAFTAR PUSTAKA

Davies, Teifion dan Craig.(2009).ABC Kesehatan Mental.Jakarta:EGC
Maramis,W.F.(1998).Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya:Airlangga University Press
Stuart,Gail W.(2006).Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5.Jakarta:EGC
Yosep,Iyus.(2010).Keperawatan Jiwa.Bandung:PT Refika Aditama
http://www.scribd.com/doc/90994683/BAB-I-NAPZA downloaded  on Monday 14th Mei 2012, at 12.00 PM